Jumat, 10 Desember 2010

siklus

Suatu hari yang sama dengan hari lainnya. Begitu panjang dan lenggang. Jajan dan mainan tergantung di lorong pasar memikat celoteh dan rasa riang anakanak dijalanjalan kota. Alunalun dan tugu selalu jadi tanda bahwa ini adalah sebuah kota, punya nama, tanggal lahir, dan sejarah. Tentu saja, juga pemilik harap dan citacita, meraih batas antara suara tawa canda di kedaikedai dan kafe. Sepatu hilir mudik sepanjang hari di jembatan kokoh penghubung pasrah dan gelisah. Aku merasa jadi cacing, berkelana diselokan dan gang becek, kadang buntu pula di ujung kepang rambut gadisgadis penjaja senyum.
Merpati dan angsa ingin memangsaku, hanya karena ingin menghalau perih lambung. Dulu aku mengenal sebuah buku yang disebut kitab suci, buku ajaib itu sering ditaruh sembarangan. Dan para pemiliknya kerap kehilangan jejak ketika merasa perlu bertemu. Lalu mereka menuduh cacing dan rayap melahap kertaskertas, banyak halaman terkoyak, atau malah raib sempurna dalam remasan jaman. Sebentar kemudian jalanan hiruk pikuk oleh kutuk dan pintupintu diketuk oleh lelakilelaki kemalaman, lupa jalan pulang. Anakanak masih bermain kelereng dan lempung, perempuan mengaduk adonan tepung untuk hidangan malam, dan setiap angan setia bertempur memperebutkan keindahan dan pilu, antara yang lapuk dan masih duduk menunggu di bangku taman sendirian, menunggu singgahnya perjalanan. Menjelang senja semua mulai lelah akan resah. Bersiap mengasah bulan agar purnama sempurna berpendar. Lelaki terbaring merindu wajah para kekasih, perempuan berbaring memeluk anakanak dengan nyanyian pengantar tidur. Cacing dan rayaprayap riang memandang bundar bulan jauh diangkasa, berharap merayap atau terbang meraih lezat dan hangat jasad hari yang tertidur dipeluk manisnya mimpi para merpati dan angsa…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar