Kamis, 30 Desember 2010

putih

Ibu selalu menemuiku sehabis mandi. Muncul dari dalam cermin dengan kotak perak di tangan kanannya. Dengan tangan kirinya ibu mengelus wajahku, mengoleskan serbuk putih dari kotak peraknya ke seluruh wajahku. Putih dan wangi pada leherku, selalu membuatku dengan sendirinya bertanya,”Setelah ini, kemana kita hendak pergi ?”

Ibuku menjawab dengan kerling matanya,”Kau boleh pilih, mau jadi merpati atau melati…”

Kotak perak itu, seperti biasanya menyela percakapan, menatapku dengan pandangan dingin, merajuk kepada cermin, kotak perak menuduh aku nakal. Cermin tertawa mendengarku berseru manja, aku ingin jadi kelinci saja.

Ibu dengan lembut menarik telingaku,”Kau memang bengal.”

Aku jadi kelinci saja, bertubuh seputih awan, mata saga, telinga panjang. Bisa kudengar bisikbisik merpati memadu janji, juga suara melati beradu harum pada ujung merah jambu hidungku. Hidung yang selalu bergerak riang mengejar remah biskuit di paruh merpati.

Ibuku tersenyum, renyah dan segar. Lalu Ibu menjelma kuda putih, dan kami berbagi sebatang wortel dengan gembira*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar