Kamis, 23 Desember 2010

halo

Pagi tadi matahari seperti memanggilku dari timur, aku di sebelah baratnya. Berjalan menghampiri timur, setelah seharian berjalan, telapak kaki mengepal luka. Ternyata matahari sudah pergi dari timur sore ini, berpindah ke barat, aku di sebelah timurnya. Rasanya ingin kumaki matahari, beraninya mempermainkan arah, mentangmentang mampu berpindah tanpa berjalan. Siasia semua perjalanan dan kelelahan, juga luka berdenyut di tungkaiku.

Matahari malah tertawa sampai terguncang sinarnya, mencoretcoret langit dengan sembarang warna. Kenapa. Kenapa. Seekor burung hantu yang baru bangun tidur menjadi iba padaku, menatap dari balik mata kuningnya, sambil menggelengkan kepala.

“Jangan mendatangi matahari, bisa terbakar kau nanti. Lagipula apa artinya arah pada lingkaran. Tanahmu melingkar, jika berjalan terus ke arah barat, kau bisa tiba di timur, di tempat yang sama di mana kau mulai melangkah.”

Aku jadi geram, bagaimana mungkin burung hantu rabun dan buta huruf, bisa menasehatiku. Matahari tertawa makin keras, sampai pecah dadanya, serpihan tubuh matahari berpendar di luas langit. Aku makin geram ketika menyadari benarlah katakata burung hantu, lukaluka di kakiku terasa perih. Kau datang membawa secangkir kopi dan miniatur bumi, menyalakan lampu dalam kamarku. Entah dari arah mana dan hendak ke mana, tak perlu ku peduli lagi. Akan kubuang semua peta dan kompas yang kupunya segera sesudah pagi datang lagi, pagi yang tak kupedulikan lagi dari arah mana datangnya* 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar