Malam merebahkan mataku pada aspal, jalanan hitam dan kasar. Seekor tikus besar berbaring diam, tubuhnya pecah, aku bergidik memandang warna merah yang berserakan di atas hitam. Aku juga menanti dengan berdebar setiap gumpalan merah itu bangkit sendiri dari punggung hitam, mungkin memercik macam kembang api, lalu terbang, sebelum pergi menghilang, lenyap dalam ingatan paling sudut. Dan aku bisa berlalu, menapaki mendung dan gulungan kabut, aku merasa harus menyampaikan pesan kepada kerabat tikus yang menanti. Aku harus berkata, bahwa ada yang pecah dan bercahaya malam ini, tak terbendung, melesat, bersanding bintang. Dan tak perlu mengejar serpihan tubuh yang menempel pada roda, dia akan kembali pada waktunya. Membuat aku boleh teringat tentang waktu, waktu yang selalu berkhianat dan bertobat, silih berganti pada setiap nafas*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar