Kamis, 30 Desember 2010

perhaps

Rumputrumput di atas bukit berwarna merah muda,  sungguhsungguh merahmuda, sungguh sewarna bibir anak perempuan berkulit pucat yang sedang berdiri di stasiun kereta api. Stasiun kereta api itu letaknya jauh di lereng bukit, lebih tepat lembah, sebuah dataran rendah. Bukit berada jauh di atasnya, jalur kereta melingkarlingkar harus di tempuh untuk tiba di atas bukit.  Kereta belum juga tiba.

Anak perempuan itu berdiri, rambutnya tergerai, seakan ada senja dan bunga akasia bertengger pada rambutnya.  Di belakang anak perempuan,  bangku kosong berbaris dengan siasia, ingin merasakan lembutnya sentuhan gaun anak perempuan yang menjuntai diam dari pinggulnya. Tak ada angin yang bisa membuat gaun itu melambai, dan bangkubangku itu terikat pada tiang besi, tak bisa bergerak barang setapak, hingga membiru bangku itu tetap berdiri kokoh, rindu, teguh. Stasiun itu mungkin aku, yang diamdiam mencatat penantian.

Sebuah jam dinding besar dan bundar tergantung pada tiang berukir, berdetak dengan detak yang tetap, anak perempuan diam, bangku diam,  lantai diam, lampu diam, namanama tempat keberangkatan dan kedatangan diam, angkaangka dalam lambang digital diam. Aku juga diam. Anak perempuan itu menatapku, lalu berkata,”Biar aku yang mencatat ya…” Aku diam, anak perempuan mengambil pensilku, faber castell, yang biasa kugunakan untuk mengarsir rambutmu. Anak perempuan mengambil kertas dari loket tempat membeli karcis, potongannya kecilkecil, ada tulisantulisan sudah tertera pada kertas, beruntung sekali pensilku tebal dan tumpul, anak perempuan tetap bisa mencatat.

Anak perempuan mencatat namanama jalan, namanama bunga, namanama unggas, dan namanama temanteman sekolahku. Aku tak tahu kenapa anak perempuan mencatat ini, tak mencatat itu. Begitu pula sebaliknya, anak perempuan tak tahu kenapa aku membaca ini, tak membaca itu. Tak lama kami saling pandang dengan senyum bahagia, juga samasama tak tahu untuk apa. Senja dan bunga akasia bergerak pada rambut anak perempuan, aku melihat kereta api sedang melintas pelan di bawah pohon akasia, berjalan ke arah senja. Aku ingin memeluk anak perempuan, menciumi wangi senja dan akasia pada rambutnya.

Lonceng tibatiba berdering, peluit kencang memekik, rindu berlari cepat meninggalkanku dan anak perempuan. Orangorang berdatangan, membawa buahbuahan, koper, bantal, selimut, terigu, mentega, gula, telur ayam, kenari, dan buah labu besarbesar. Anak perempuan tibatiba berteriak gembira, mengejutkan senja dan bunga akasia, berguguran, salju merah! Aku merasa begitu gembira. Kereta api akan segera datang, penantian akan sirna, tak lama lagi aku akan kembali menjadi diriku sendiri. Menjadi rel kereta api, mengantarkan anak perempuan ke bukitbukit di atas sana, bukitbukit dengan rumput berwarna merah muda.

Di stasiun terakhir nanti, kereta api akan jadi gedung megah, aku menjadi tangga menuju menara, lantainya lembut, berkilau, dengan lingkaran lilin tergantung pada kubah atapnya. Semua namanama yang tercatat pada kertaskertas kecil akan datang tepat pada saat alarm berbunyi. Pai labu besar matang sempurna, coklat keemasan, bertabur serpihan kenari panggang. Semua hidung mulai menari bersama anak perempuan, bersama senja dan bunga akasia pada rambutnya. Semua seperti sudah bahagia, tanpa mengerti untuk apa. Pertanyaan biar menanti di stasiun kereta api, bersama bangku biru, jauh di lembah, tak terlihat. Semua penumpang kereta berbaris di punggungku. Aku akan membawa anak perempuan dan catatannya ke puncak menara, memandang puncak bukit berumput merah muda dari beranda menara.

Mungkin senja dan pohon akasia akan terbang, melayang, menghampiri bukit berumput merah muda, mungkin anak perempuan akan tersenyum menebarkan serpihan pai labu, para unggas akan menangkapnya. Semua ini akan dicatat oleh anak perempuan berwajah pucat. Orangorang di tempat jauh akan mengenangnya sebagai hari bersyukur. Rambut anak perempuan itu berwarna emas, senja dan pohon akasia sudah pergi, hinggap pada puncak bukit.  Mungkin rumputrumput merah muda sebentar lagi akan berubah warna, mungkin ungu, atau jingga, pasti sewarna jantungmu*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar