Lampulampu menepi, melebarkan jalan bagi malam yang memeluk pundakku. Aku berjalan bersama hujan. Mencari kau yang tadi pamit keluar mencari udara. Aku mendengar perbincangan dalam gelasgelas kopi, gemerisik, seperti puisi. Puisi yang pernah kau bacakan untukku waktu dini hari, juga nanti. Masih banyak puisi di mejamu menanti, aku tahu, seperti aku mengenal harum tembakau dari gerak bibirmu.
Kau pergi keluar mencari udara, udara untuk paruparu kita. Jejak nikotin sudah gerah di sana, di paruparu kita. Menunggu udara pulang, membawakan sehembus wangi kopi dari gelasgelas yang berbincang di tepian jalan. Kotakota telah ditanam untuk kita memetik kata, atau sekedar membaca titiktitik di buram kaca, mencoba menulis pesan dari segenap hujan.
Aku mendengarmu. Memutar badanku setengah lingkaran, menatap bulan sabit di balik lampu. Kulihat jalan menyempit jadi selembar kain, mengikat kepalaku yang memar terantuk rindu*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar