Kamis, 23 Desember 2010

waktu di matamu

Kenangan melekat pada baju, bajubaju bergantungan di lemari menungguku. Aku bisa memilih hendak mengingat apa sekarang. Mengeluarkan baju dari lemari, macam membuka buku pada halaman tertentu. Jika kusut, bisa dilicinkan sebentar sebelum dikenakan, agar pas dan nyaman di tubuh. Aku bisa menyusuri jalan manapun dengan kepala tegak, jika mampu memilih dengan tegas ingatan mana yang akan jadi kawan seperjalanan.

Sampai suatu hari aku berjumpa denganmu. Kau yang selalu menemuiku di malam yang terlalu kelam, malam yang menggelapkan warna bajumu. Hingga tak bisa kuingat yang lain, selain harum tubuhmu.

Kita bertemu sepanjang waktu, seakan dengan baju yang motif dan warnanya selalu sama, dan tak ada yang bosan. Tak ada apapun, selain harum tubuhmu. Kau mengingatkan aku bahwa kita sejenis primata dan mamalia, bermata lebar dan penyayang. Juga omnivora, pemakan segala, kau menjala ikan, aku menanam bungabunga krisan di halaman rumah. Kau ajari aku membaca mata waktu, melupakan bajubaju yang bergantungan di lemari menungguku.

Aku tak lagi mengerti hari ini ingin memakai baju yang mana, ingin berjalan di ingatan siapa. Hanya ada kau, dengan baju hangat paling lembut beraroma jeruk. Sayang, bajubajuku sudah banyak menghilang di pasar loak, kutukar dengan lobak. Kau suka acar lobak dengan segelas bunga krisan. Aku suka melihat kau makan, seperti sedang melukisi udara dengan rasa lapar paling sedap. Kita bahagia.

Kita bahagia, tak pernah berduka untuk semua bajubaju yang tak pernah kembali ke dalam lemari sehabis dicuci. Kau bahagia dengan harum tubuhmu. Aku bahagia mengingat waktu di matamu. Lemari segera juga akan merasa bahagia menikmati ruangnya sendiri, menikmati gantungan baju tanpa baju.

Kau sudah mengajariku membaca mata waktu*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar