Kamis, 23 Desember 2010

sesudah makan malam

Maaf, malam ini aku tak mengunyah pelahan semua yang terhidang di meja makan. nasi belum tamat mengisahkan tentang benih dan batang padi, sudah kutelan dengan lancang seluruh sawah yang terbentang. Dalam lambungku burungburung riuh menagih janji berbagi gabah sebelum digiling sempurna.

Maaf, aku telah merayu dedaunan ingkar kepada akar. berlagak tak mendengar segenap nyanyian hujan yang dikirim awan untuk kelopakkelopak bunga. Bermekaran di rongga dada. Meja makan menggulingkan badan, menjatuhkan sendok, piring dan panci. mengubur sebaris semut dengan segunung berkah.

Maaf, sekali lagi kukhianati sunyi yang menjaga bibir dari rasa gurih. garam dan merica mempermainkan lidah. Semangkuk sayur mengasamkan kenangan, dan aku khawatir akan mendustaimu sekali lagi dengan rasa syukur yang dangkal mengubur dengkur. Meremehkan keikhlasan ikan mendekap senyap di geladak kapal.

Makan sudah usai malam ini, dan aku merasa telah cukup meminta maaf, padamu yang selalu memahami rasa lapar di tengah perjalanan. Kini saatnya menjadi seringan angin, menarikan doa di tiangtiang kapal. Mencegah laut hilang akal dan melupakan ladang, menyerah dalam pelukan lelap mata*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar