Sebutir kelereng menanam bunga dalam tubuhnya, tiga warna, merah kuning hijau. Serasa menaklukkan simpang empat, dengan lampu merah di tiap sudutnya, ibu jariku menjentik kelereng ke keningmu yang berjaga. Kau tersentak saat kelereng menumbuk alis. Kau bertanya sudah sampai di mana kita. Lampu hijau menyala, lalu kita mulai merasa menang, tak butuh jawaban. Kelereng pantas berpuas diri, bersenang hati, meski berkalikali terbentur tak hendak pecah. Masih erat menggenggam bungabunga di semua simpang jalan. Tak perlu sentuhan tangan terhormat, tak butuh disimpan dalam brankas. Aku setengah bertanya, adakah yang lebih baik daripada bermain. Setengahnya lagi aku tak acuh, toh bungabunga tetap akan tumbuh dalam kelereng yang berserakan di manamana, di koridor sekolah, dalam toko kelontong, di bawah kolong. Aku berpikir, setidaknya dunia tak kan kehabisan kelereng, akan selalu bisa kudapat sebutir saat aku ingin bermain. Juga cahaya di keningmu akan selalu utuh, tak bisa padam berapa kalipun kelereng membentur.
Asyikk…aku bisa membidikmu setiap waktu !*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar