Aku ingin menulis puisi tentang sebuah bencana yang melukai hati malam ini, tentang kota yang porak poranda, tentang mimpi yang patah. Tapi malam begitu jernih, wajahmu berjatuhan di atas ranting. Maka aku menatap langit, bertanya, adakah yang istimewa pada rantingranting di depan jendelaku, hingga kau memilih jatuh di situ.
“Ranting adalah ranting, di manamana aku jatuh. Kebetulan saja kau mendengar denting saat mataku pertama menyentuh.”
Pasti karena aku buta. Pasti karena aku dibutakan cinta.
Telingaku jadi begitu peka membaca airmata.
Ranting adalah ranting yang setia pada hening yang membutakan cinta, menusuk mata yang berjatuhan di manamana*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar