Kamis, 30 Desember 2010

karam

Tubuhmu; beribu persimpangan yang salah letak, membentang di tengah laut tak bertepi. Membuatku hilang akal, nekad mendatangi gua purba, menemui naga bernafas api. Aku mohon lidah api melumatku, menjadikan aku asap. Asap yang membawaku terbang pada loronglorong yang menyala di ruas tulangmu.

Menyusuri setiap jengkal jalanan licin, aku membaca ramburambu di nadimu, aku mencari petunjuk arah. Sebelum badai benarbenar datang menenggelamkan tubuhmu. Sebab asap tak bisa menyelam, selain menumpang dalam rongga lehermu, hirup aku, hirup hingga tuntas. Labirinmu menyesatkan, membenamkan asap dalam lezat aroma rempah.  Aku terpeleset berkalikali.

Tertelan dalam lambungmu, serupa nabi yang membantah tuhannya. Tak gentar pula, aku mengenang naga yang pulas di pintu gua, naga yang kucium mesra, demi menggenapi nubuat yang dibisikkan tuhan kepada ular. Lambungmu sehangat musim panas di sebuah negeri yang tak terjamah malaikat*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar