Aku mencintaimu di malammalam ketika kita tersesat di celah karang, mengukir sebuah kata yang tak pernah selesai. Sebelum bandarbandar menemukan kita, dengan lampu yang menyala terang di menara mercusuar.
Aku mencintaimu bersama debur ombak yang melambungkan kapalkapal nelayan pada keraguan sebuah perjalanan pulang. Tak pernah surut menggapai bulan, dengan awan kelabu dan angin puyuh meniupkan badai di laut tak berpantai.
Aku mencintaimu di pesisir berbau anyir, di mana anakanak nelayan mencari kulit kerang untuk melupakan lapar dan kenangan pasang mengoyak tambaktambak. Tanpa gentar terjun ke laut demi sekeping logam yang buruburu tenggelam mencari peti harta karun.
Aku mencintaimu di rimbun hutan bakau, dan semakin mencintaimu ketika mahluk penghisap darah mulai mendekati tungkaiku. Mencoba mengambil denyutmu yang mengalir deras di nadiku dengan siasia.
Suatu hari kau akan kembali ke celah karang, laut, pantai, pelabuhan dan hutan bakau yang sama, yang pernah kusinggahi. Dan mereka akan menunjukkan padamu aku masih mengingat semua yang pernah kaucatat. Kau akan terpana menemukan lintahlintah di sana memiliki lidah dan tak lagi suka menghisap darah. Lintahlintah hanya akan mengendus jemari kakimu, memastikan bahwa kaulah yang membuatku menyerahkan seluruh darahku, hingga mereka tak akan pernah haus sepanjang hidup. Lintahlintah akan mengabarkan semua cerita dengan akhir bahagia. Celah karang tak lagi berhasrat memerangkap kapal. Ombak pasti mengantar pulang semua nelayan. Sedang anakanak nelayan sedang khusyuk bermainmain di geladak kapal nabi nuh bersama semua mahluk berwarna cerah yang tergambar di bukubuku sekolah.
Aku mencintaimu yang tersenyum dengan utuh, tanpa ada setitikpun bekas luka. Kau membuat lintahlintah menjulurkan lidah dengan jenaka, melihatmu menemukan semua kenangan menghilang bersama buihbuih di bibir pantai*
Aku mencintaimu bersama debur ombak yang melambungkan kapalkapal nelayan pada keraguan sebuah perjalanan pulang. Tak pernah surut menggapai bulan, dengan awan kelabu dan angin puyuh meniupkan badai di laut tak berpantai.
Aku mencintaimu di pesisir berbau anyir, di mana anakanak nelayan mencari kulit kerang untuk melupakan lapar dan kenangan pasang mengoyak tambaktambak. Tanpa gentar terjun ke laut demi sekeping logam yang buruburu tenggelam mencari peti harta karun.
Aku mencintaimu di rimbun hutan bakau, dan semakin mencintaimu ketika mahluk penghisap darah mulai mendekati tungkaiku. Mencoba mengambil denyutmu yang mengalir deras di nadiku dengan siasia.
Suatu hari kau akan kembali ke celah karang, laut, pantai, pelabuhan dan hutan bakau yang sama, yang pernah kusinggahi. Dan mereka akan menunjukkan padamu aku masih mengingat semua yang pernah kaucatat. Kau akan terpana menemukan lintahlintah di sana memiliki lidah dan tak lagi suka menghisap darah. Lintahlintah hanya akan mengendus jemari kakimu, memastikan bahwa kaulah yang membuatku menyerahkan seluruh darahku, hingga mereka tak akan pernah haus sepanjang hidup. Lintahlintah akan mengabarkan semua cerita dengan akhir bahagia. Celah karang tak lagi berhasrat memerangkap kapal. Ombak pasti mengantar pulang semua nelayan. Sedang anakanak nelayan sedang khusyuk bermainmain di geladak kapal nabi nuh bersama semua mahluk berwarna cerah yang tergambar di bukubuku sekolah.
Aku mencintaimu yang tersenyum dengan utuh, tanpa ada setitikpun bekas luka. Kau membuat lintahlintah menjulurkan lidah dengan jenaka, melihatmu menemukan semua kenangan menghilang bersama buihbuih di bibir pantai*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar