Kamis, 23 Desember 2010

langit dan bumi

Setiap pagi kudatangi kawat berduri, menyelipkan sepucuk surat di antara karat, sinar matahari membiaskan warna emas pada kertas, dan ujungujung tajam kawat. Surat dengan tabah akan diam menunggu, menikmati terik dan mendung, mensyukuri segenap keiklasan angin dan matahari. Seseorang mungkin akan lewat di dekat surat, seseorang yang mungkin adalah kau yang terpisah dari kekasihmu. Mencaricari celah di perbatasan, mencaricari kebaikan bumi menyatukan hati. Andai saat itu suratku belum lumat oleh cuaca, bisa kautemukan, lalu kauselipkan jemarimu di sela duriduri tajam, hatihati. Membebaskan surat dari duri yang memerangkap kalimatkalimatnya. Mungkin kau dengan tergesagesa akan merobek amplop surat hingga ujung kertas sedikit koyak, tak mengapa, masih bisa kau baca lengkap beberapa paragraf di sana, serupa sajak, sajak kerinduan dari kekasihmu yang jauh. Hanya sebentar saja kau membacanya, segera kemudian kaudekap erat di dada.

Lalu desing peluru jadi lagu di jantungku. Syairnya bercerita tentang airmata pada sebuah senyuman, merekah terlalu indah. Pada dini hari besok pagi, seekor merpati akan berkunjung, mengetukngetukkan paruhnya pada kaca jendela, bersama embun, mengantar sejuk di sudut mata. Dan alangkah ajaib; sebutir embun menggelembung jadi  bola kristal ketika kusentuh, di dalamnya kulihat fajar dan mawar mekar pada kawat berduri, kau masih tersenyum di antara desing peluru, mendekap hangat sepucuk surat. Beberapa bidadari sedang tekun memahat awan di atas tanah yang berperang, menciptakan wajah kekasihmu, menerbitkan rindu di langit biru*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar