Aku penat menulis tentang diriku. Kau benar, seharusnya menulis tentang yang lain. Adakah yang bisa lebih kubaca selain diriku ? Aku mau menulis tentangmu, tapi lagilagi ternyata aku cuma menulis tentang diriku. Tentang aku yang seperti belum pernah membaca apaapa, selain diriku.
Aku belum membacamu. Aku belum membacamu yang terpahat di keningku. Aku belum membacamu. Aku belum membacamu yang mengalir di darahku. Aku belum membacamu. Aku belum membacamu yang berkilau di mataku. Aku belum membacamu. Aku belum membacamu yang berdenyut di jantungku. Aku belum membacamu. Aku belum membacamu yang bergetar di bibirku.
Aku terus bertanya kenapa aku belum membacamu. Aku terus berharap kau tak sesunyi sebuah buku yang tak pernah tahu semarak tiap lembar halamanhalamannya sendiri. Dan kau terus memandangku penuh sayang, membaca tulisantulisan tentang diriku yang belum juga membacamu. Lalu kau menggenggam tanganku yang memegang pena, kau berkata,”Aku sudah membacamu yang selalu ingin menuliskanku.”
Penaku terjatuh di pangkuanmu, juga semua katakata yang terucap airmata*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar