Ayahku sangat suka menanam bunga, segala jenis ditanamnya pada halaman rumah, pada jalanjalan yang pernah kami lewati, pada kebunkebun yang kami singgahi, bahkan ayahku juga menanam bunga di permukaan air, pada dinding, pada batubatu, juga pada dasar laut. Kau mungkin tak akan percaya, bahkan ayahku juga menanam bunga pada tubuhku, dan semua anakanaknya yang lain.
Bukan hanya menanam, ayahku juga merawat dengan sangat telaten semua yang ditanamnya, sungguh cermat dan teliti, sepenuh hati ayahku mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya untuk semua bunga yang pernah ditanamnya. Seperti layaknya tukang kebun sejati, wajah ayahku kerap berkilat oleh butirbutir keringat saat merawat tanamannya di bawah terik matahari. Sedang kaki dan lengannya berwarna coklat keemasan, juga terbakar terik matahari, beberapa gumpal lumpur selalu menempel pada lengan dan tungkainya pula, sebagai penanda bahwa dia baru saja bekerja keras demi bungabunga yang disayanginya.
Pernah terlintas dalam pikirku, bahwa lebih besar cinta ayahku kepada semua bunga yang ditanamnya daripada cinta ayah kepada anakanaknya. Itu yang menyebabkan ayahku menanam bunga pada tubuh anakanaknya, agar bisa mencurahkan cinta kepadaku ketika melihat bungabunga tumbuh di tubuhku.
Semakin lama aku semakin marasa yakin bahwa ayah memang mencintai bungabunganya melebihi ayah mencintaiku, anaknya. Aku sedih pada saat mulai kusadari ayah menanam bunga pada tubuhku, bukan demi keindahanku, namun hanya demi kecintaannya pada bunga. Aku sangat terpukul dan sedih, sambil berusaha memahami dan mengerti. Ayahku tak pernah tahu betapa beratnya mengetahui kenyataan bahwa aku harus menumbuhkan bungabunga tercantik untuk mendapatkan cinta ayahku.
Waktu berlalu, sudah saatnya dan selayaknya memetik hasil dari segala yang pernah ditanam dan dirawat dengan sungguhsungguh. Tak ada yang siasia, setiap benih dan tanah selalu tahu diri, tahu apa yang pantas diberikan sebagai imbalan kepada yang bekerja dan berusaha dengan segenap daya. Matahari, awan dan angin juga bersimpati kepada yang mencintai dengan sepenuh hati. Bungabunga yang ditanam ayahku tumbuh dengan indah. Semuanya indah. Mawar, melati, bunga matahari dan teratai mulai menumbuhkan kuncup di antara daun dan duri.
Masih banyak jenisjenis bunga lain yang tak kutahu namanya. Beraneka jenis dan warna, beragam bentuk dan ukuran. Bungabunga tumbuh di manamana. Pada semua tempat di mana ayah pernah menanam, pada halaman rumah, pada jalanjalan yang pernah kami lewati, pada kebunkebun yang kami singgahi, juga pada permukaan air, pada dinding, pada batubatu, di pada dasar laut. Bungabunga tumbuh indah dan wangi.
Begitu pula yang terjadi pada anakanaknya, bunga tumbuh dari tubuh anakanaknya dengan cantik dan wangi, pada kakakkakak dan adikadikku yang manis. Sungguh aku tak mengerti, hanya bungabunga yang ditanam ayah pada tubuhku yang tak tumbuh indah dan wangi.
Setiap hari, setiap orang yang kebetulan lewat dan melihat tanaman bungabunga ayahku pasti akan takjub, terheran dengan penuh rasa hormat, mengagumi keindahan dan keharuman bungabunga tanaman ayah. Mereka semua pasti akan terpesona, sebelum pada akhirnya mulai memujimuji bunga tanaman ayahku. Mereka semua berebut ingin menyampaikan rasa kagum dan pujian untuk ayahku. Beberapa di antaranya malah meminta ayah agar bersedia menanamkan bungabunga di halaman rumah mereka, merawatnya, agar tumbuh secantik dan seharum semua bunga tanaman ayah di manamana. Tak sedikit yang menawarkan imbalan dan hadiah kalau ayah bersedia menanamkan bunga untuk halaman rumah mereka. Ayah nampak berseri, puas dan bahagia.
Aku turut senang setiap kali ayah menerima pujian, tapi ayah sepertinya tak suka melihatku. Pasti sebabnya karena bungabunga tak tumbuh indah dan wangi padaku. Tak macam anakanaknya yang lain, aku gagal menumbuhkan bunga yang cantik dan wangi untuk ayahku. Aku tak tahu kenapa begitu, kenapa tak tumbuh bungabunga indah dari tubuhku, serupa yang terjadi pada saudarasaudaraku. Mungkinkah karena aku seorang anak yang hanya mementingkan diriku sendiri, atau mungkin aku tak berjodoh dengan bunga manapun, hingga benihbenih bunga tak bisa tumbuh padaku.
Hanya ada titiktitik berwarna pudar pada tubuhku, bentuknya seperti luka dan memar, datar dan berpendar, tak ada kelopak indah berwarna cerah macam bungabunga pada anakanak ayah yang lain. Lagilagi aku hanya bisa memendam kesedihan dalam hati, setiap kali aku merasa sedih dan cemas warna dan bentukbentuk aneh semakin meluas pada tubuhku, samarsamar juga tercium aroma aneh dari setiap ronanya, sama sekali tak wangi.
Sementara itu keindahan dan keharuman bungabunga tanaman ayahku semakin tersebar ke seluruh penjuru. Semakin banyak yang berdatangan ingin melihat, menyampaikan pujian dan memohon ayahku untuk menanamkan bunga bagi mereka. Setiap kali ada yang datang berkunjung, ayah menyuruhku bersembunyi, ayah tak ingin ada satu orangpun yang melihat kegagalan ayah menanam bunga pada salah satu anaknya. Maka akupun selalu sembunyi di belakang rumah, menghindari bertemu dangan para pengunjung dan pengagum ayahku.
Aku jadi terbiasa, bersembunyi di balakang rumah sepanjang hari, sampai suatu hari ada beberapa anak dari para pengunjung yang bermain kejarkejaran, berlarilari sampai ke belakang rumah. Anakanak itu terkejut dan berteriak ketika melihatku. Menyebabkan orangorang berdatangan, mereka semua melihatku, dan sejak itu orangorang mulai mengetahui bahwa ayahku pernah gagal menanam bunga, hanya sekali saja, tak berhasil menumbuhkan bunga yang ditanam padaku, seorang anaknya.
Aku sangat ketakutan ketika ayah begitu murka. Segera setelah semua pengunjung pergi meninggalkan rumah dan tanaman bungabunga, ayah berteriak kepadaku, mengusirku,”Pergilah kau jauhjauh, ke tengah hutan. Jangan pernah menampakkan diri kepada siapapun, sampai kau bisa menumbuhkan bunga paling megah dengan harum paling tajam. Kelak jika sudah kautumbuhkan bunga itu, harus kaukatakan bahwa aku yang menanam bunga, yang tak pernah gagal, yang paling hebat. Pergilah sekarang juga!”
Aku tak tak sempat mengatakan apaapa, bahkan menatap wajah ayahpun tidak. Aku sangat ketakutan, tak pernah kuduga ayah akan begitu murka dan mengusirku. Aku berjalan cepatcepat, meninggalkan rumah di belakangku, makin lama makin jauh. Aku terus berjalan memasuki hutan, tak peduli pada apa atau siapapun yang kutemui sepanjang jalan. Lagipula tak ada yang mengusikku, mungkin karena aku buruk dan berbau sedikit busuk. Aku terus berjalan menembus belukar dan pohonpohon besar, semakin masuk ke dalam hutan, cahaya matahari kian samar. Aku tak lagi mengenali waktu, tak tau pagi atau malam, pun tak tak tahu arah. Hanya terus berjalan, semakin kedalam hutan. Sampai suatu ketika aku merasa tak mampu berjalan lagi, kurebahkan tubuhku pada tanah, berbaring dan memejamkan mata.
Aku tak tahu berapa lama waktu berlalu, ketika aku terjaga oleh suara ributribut percakapan yang terdengar asing pada telingaku. Saat kubuka mata, kulihat beberapa orang mengerumuniku dengan ragu, memandangiku dengan penuh minat, sambil mengernyitkan hidung. Aku sangat takut orangorang itu akan menyakitiku dengan sesuatu seperti senjata yang mereka bawa. Mereka terus saja berbicara ribut dan penuh desah tak percaya sambil memandangku, sesekali meraka menutup dan mengernyitkan hidung, aku menduga karena aroma tak sedap dariku yang menguar di udara.
Aku sungguh takut ketika beberapa dari mereka mendekatiku, tapi tak mampu aku bergerak, terasa ada yang berat sekali pada tubuhku. Mereka mendekat dan tibatiba menyentuhku, mulanya dengan ragu, dan mereka mengenakan pembungkus tangan. Aku tibatiba tersadar bahwa aku telah menumbuhkan bunga, sangat besar dan berbeda dengan segala bunga yang pernah ada. Dan orangorang sedang mengamati yang tumbuh dariku, menyentuh, membelai dan berkatakata dengan riuh, nada suara mereka penuh kekaguman, persis yang biasa kudengar dari pengunjung yang datang dan memuji bungabunga tanaman ayahku.
Pada akhirnya mereka membawaku pergi, aku tak tahu akan dibawa ke mana, atau apa yang akan terjadi padaku nantinya. Tapi orangorang itu nampaknya tak jahat, tak hendak menyakitiku, memperlakukan aku dengan lembut dan baik. Hatiku mulai merasa tenang.
Setelah sekian waktu perjalanan yang tak sebentar, tibalah aku dan orangorang yang membawaku ke sebuah taman. Mereka meletakkan aku pada tanah, membuatkan sebuah ruang untukku. Aku merasa aman dan nyaman saat kulihat banyak tanaman lain disekelilingku, pohonpohon tinggi beranaka jenis, meski sedikit yang berbunga, mereka semua menyapaku dengan ramah, ada pula yang bilang bahwa aku luar biasa.
Setelah beberapa waktu berselang, aku tahu bahwa taman itu terletak di sebuah tempat yang indah, cuacanya ramah, dan di depan sebuah istana. Banyak orang datang berkunjung, mengagumi tanamantanaman yang tumbuh di situ, dan mereka semua mengagumiku dengan sungguhsungguh, meski kadangkadang mereka harus menutup hidung karena bau busuk bungaku, tak sedikitpun berkurang kekaguman dan keramahan mereka padaku.
Setiap saat aku teringat pada ayah yang telah menanam bunga padaku, aku ingin sekali bisa pulang, sekedar untuk menemui ayah, membuat ayah gembira, menunjukkan bahwa ayah memang penanam bunga terhebat yang tak pernah gagal. Kini aku merasa orangorang yang datang ke kebun ini untuk mengaggumiku semakin bertambah, mungkin sudah lebih banyak daripada pengunjung tanaman bunga ayahku. Aku selalu berusaha mengatakan kepada setiap yang datang bahwa aku adalah salah satu bunga yang di tanam ayahku, seorang tukang bunga paling hebat, sayang sekali mereka di sini sepertinya tak ada yang mengerti bahasa bunga. Beberapa burung yang kerap hinggap di dahan pohon tinggi di sampingku berkata bahwa rumahku pasti sangat jauh. Setelah mendengar ceritaku, burungburung itu mengatakan kemungkinan besar rumahku bahkan berada di seberang lautan.
Aku tak pernah tahu apa burungburung itu benar, rumahku berada jauh di seberang lautan, tapi aku selalu teringat katakata terakhir ayahku, bahwa aku boleh pulang kalau sudah menumbuhkan bunga paling megah, dengan harum paling tajam. Semua ucapan ayah telah jadi nyata, mereka yang melihatku pasti akan terbelalak dan berkata bahwa aku bunga paling luar biasa, sambil menutup hidung karena tajamnya harumku. Akupun telah mengatakan pada mereka semua bahwa ayahlah yang menanam bunga padaku. Sungguh sayang mereka di sini sepertinya tak mengerti bahasa bunga. Aku hanya bisa memohon burungburung untuk menyampaikan semua tentang aku yang sekarang pada ayahku. Bahwa aku telah menumbuhkan bunga termegah, dengan harum paling menusuk hidung, pada ayahku, hanya itu. Semoga ayah tahu. Semoga ayah sekarang menyayangiku*