Sabtu, 26 Februari 2011

25 januari 2011


Kilat malam

Apa yang kaulihat di balik senja, malamkah, sepatusepatu menunggu ketukan di lantai dansa, sebotol vodka. Kita terlalu banyak bermain kata, aku merasa titiktitik di angkasa kehilangan tempatnya, berebut memasuki gelasku.

Untukmu, semoga tak bercela, wajah beku di pigura mahir bercerita, ada banyak jendela bisa dibuka untuk mengintip ke luar, saat senja memenuhi ruang, menenggelamkan kerinduan. Langkahlangkah bergegas mengejar sungai yang berlari membawa banyak senja di pangkuannya. Debar demi debar cepat menyusup ke akar rumput*



Libya, the heart of the sea

Aku pernah berkata, aku ingin bernama Libya. Tak kubilang kenapa, kaupun tak bertanya, baru berselang beberapa minggu. Kini aku mengerti semua peristiwa melintas dalam lorong benak, serupa sampah menyusuri arus sungai. Membawa kisahkisah perih dari lukaluka, tanpa sengaja tertanam di lutut anakanak yang berlarian mengejar awan. 

Doa terus menyayat langit, melubangi matahari. Dan Libya, nama itu, sekelam makna. Jantung samudra. Jiwajiwa manusia menuju jantung samudra menyanyikan desing peluru, tubuhtubuh berjatuhan di puncak subuh, dengan bangkai mimpinya masingmasing. Wajah mati tersenyum menatap jantung samudra menyala merah*



Nina bobo

Ketika itu aku masih seorang anak perempuan penggemar layanglayang. Tanpa pernah mampu menerbangkan, layanglayang dalam pelukan merengek merindukan awan. Ibuku berkata, tak apapa jika angin mau menerbangkan harus kulepaskan. Seperti mengeringkan wajah, seperti air ingin menghilang jadi uap.

Seperti sayapsayap capung, tipis, rapuh, dengan guratgurat tembus pandang, naik turun mengangkat tubuh, berat juga buruk, dengan mata nyalang tanpa mengenal pejam. Harus kuterbangkan layanglayang hingga tak tersentuh tangan, layanglayang selalu rindu bongkahbongkah sejuk awan.

Mengapung impian, berayun mendekati mata cahaya. Ketika masih anak perempuan menggenggam layanglayang penuh sayang, ibu sering datang menerbangkan impian, mengusir berat dan buruk burungburung hitam dari pundakku*


 
Tengah malam

Di sini kesunyian sedang gaduh berunding, memilih
katakata untuk pasangan dansa. Berjubah perak, dengan
girirnggiring bergetar nyaring mengoyak malam*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar