Emberember berbaris di depan selang air. Kendaraan berbaris di perempatan jalan. Tiang lampu berbaris di tepi jalan. Pagar, pintu dan atap rumah berbaris di kotakota. Menunggu atau menuju, aku menunggu.
Awanawanpun berbaris di angkasa. Tak kudengar abaaba, tak ada peluit menjerit, untuk apa terus berbaris. Bubar, bubar, aku berteriak pada dunia. Bahkan seekor semutpun tak sudi mendengarku.
Sekawanan semut teguh berbaris di dinding dapurku. Aku merasa sebebal garpu, menunggu, menunggu ada yang memanggilku, menyuruhku berbaris seperti layaknya penghuni dunia*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar