Bulan pendek memanjangkan rindu. Meneduhkan tubuh di bawah sembilu. Sudah kuusir semua yang bertalutalu, tak juga berlalu. Aroma bungabunga cengkeh dan kayu manis dari gudangku, getah mengisahkan sejarah. Gemericik di atap rumah bernyanyi tanpa henti, diterpa angin.
Sunyi menguntai jalanjalan kumuh, berkerumun di depan pintu. Mengulurkan tangan mohon belas kasihan. Rajaraja berebut tahta, aku mengejek mahkota, dengan keangkuhan berderai di mata. Kulelang jejak buram di jendela kamarku pada sekumpulan kunangkunang yang kehilangan malam, diguyur hujan.
Langkah menghapus jejakmu, jauh, riuh saling membunuh. Sungai mengeluh jenuh untuk tiap riaknya pecah di telinga. Nada sumbang, ini tentang lagulagu kenangan yang dimainkan burung gagak menjelang kematian. Kutawarkan cumacuma jiwa untuk ditukar sekeranjang kembang. Aku manatap dari balik kerudung, tangantangan menaburkan umur di atas lumpur, menanam syukur.
Burungburung kertas setia menanti siang, hinggap di atas ranting paling kering, berharap langit lekas mengirim api, mengantar asap ke dekap awan, menerbangkan hilang*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar