Kamis, 24 Februari 2011

enam puluh detik mimpi

Kalau aku mati besok pagi, kau harus hidup selama mungkin, seratus tahun lagi, atau lebih. Pertama, untuk menguburkan jasadku. Kedua, mendoakan jiwaku. Ketiga, riang gembiramu bagi surgaku. Sekarang kau mengerti aku sangat egois, maka bencilah aku mulai satu menit kedepan.

Kau punya enam puluh detik untuk ciuman paling liar, jangan siasiakan, sudah kubayar lunas.

Ini bukan pagi yang kunanti, tapi aku terlanjur terjaga, menatap keluar jendela. Kudengar angin menari lembut di bibirmu, kudapatkan satu alasan untuk mengatakan selamat pagi kepada benihbenih mimpi yang baru tumbuh, setelah tertanam beribu malam di ketiakmu*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar