Untuk cinta, demi cinta, dua bayangbayang duduk bersulang anggur. Cuma itu pemberian lampu kepada tubuh, melukis bias cahaya, hitam, bergerak, berwujud kita. Pantaskah mengeluh, tentang apa, gaharu yang mengabu demi harum peraduanmu, atau cangkang yang pecah demi elang bisa terbang. Jangan diam, cepat remukkan daging dan tulang dada, biar jantungku nyata, kaulihat merah terpanah.
Anggurmu tumpah, tanpa membasahi lantai*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar