Jika sekaleng bir bisa merubah takdir, tak perlu kupatahkan semua sisir di rumahku. Supaya tak tergoda kurapikan kepala hanya di bagian luarnya. Kau menyuruhku mencintai sajaksajak sampai terasa muak, sampai tak tertahan gairah menenggak bergelasgelas arak, melumat sepi di gerigi malam sampai lembek dan bengek, layak diejek atau dicekik sampai meledak berkepingkeping. Diam, tak lagi mendenguskan uap hangat memerih mata.
Aku berusaha keras melakukannya untukmu, mengaduk cairan otakku, sampai kelabu larut dalam darahku. Kopi susu selalu membuatku mual. Persis kemarahan ibuibu melihat anakanaknya mendekati gelandangan berambut kusut di gerbang sekolah, menawarkan jepit rambut berbentuk stroberi yang baru dibeli kemarin malam di pekan raya.
Kulihat manusia berputar bersama lampu, kapal berayun, tawa bahagia, musik hingar, mabuk udara. Tak juga bisa lupa kehilangan waktu. Sangat ingin kubakar rumah hantu, supaya tuhan memujiku, melontarkan sekaleng bir dari jendela surga. Tanahku sungguh dahaga*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar