Malam bukan perisai, tak melindungi segumpal jantung dari rantingranting anggur, tariannya teramat tajam. Kelopak mata bukan senjata menikam tawar dada, degupnya terlalu riuh menulikan rindu. Berjenis candu duduk tafakur di atas setumpuk bumi, tak mampu mengalihkan ingatan pada ruasruas jarimu mencengkeram kusut di kepalaku.
Rebah, rebahlah meredam sepasukan tentara surga, matahari berperang, berebut cakrawala denganmu. Kusiapkan air hangat dan sebotol madu. Menunggumu sambil merajut sepasang sarung tangan, untukmu menggenggam ruang dalam musimmusim terasing. Terang tak akan menang selain melawan bayang, tapi kau sudah memadatkan badan dari angan, mengurai hitam bukan hanya di kepala.
Di setiap nafas, di setiap nafas, perang demi perang, kau selalu menang*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar