“Aku sekarang terbuka. Bisa merasakan hujan dan cahaya di bagian dalamku.” Kulit kacang bersuka ria, sesaat setelah bijibiji kacang masuk ke dalam mulut, kulit kacang dilontarkan tangan ke tepi jalan.
“Kau kosong. Kau dibuang dan tak berguna.” Sepasang sepatu menatap kulit kacang, setengah iba, setengah tertawa.
“Jika itu satusatunya cara untuk merasakan hujan dan cahaya.” Kulit kacang menjawab riang.
“Kau bodoh, tak macam kulit pisang, bisa membalas dendam, menghadang langkahlangkah agar terpeleset jatuh. Kau terlalu bodoh dan kecil, takkan mampu menjatuhkan siapapun. Kau hanya akan terinjak, remuk, tak ada yang mengingatmu.” Sepatu berkata lagi, kali ini dengan suara berat.
“Aku tak paham, kenapa kulit pisang tak menikmati hujan dan cahaya lamalama. Tak ada yang berniat menginjaknya. Jika ada yang menginjaknya hingga terjatuh pasti kulit pisang juga hancur. Kurasa tak ada kaki ingin menginjak dengan sengaja.”
“Oh… Tak kusangka kau bodoh sekali, semua kaki suka menginjak. Aku selalu diinjak oleh sepasang kaki, tapi masih mending, aku tak dibuang dan tak dilupakan. Karena aku tak rapuh dan mudah remuk macam kau atau kulit pisang.” Kali ini sepatu berkata sambil mendongak bangga.
Kulit kacang tertawa,”Haha… Kuakui kau memang pintar sepatu, bagaimana kau tahu semua itu. Tadinya kukira kakikaki itu mengajakmu jalanjalan..”
“Kau memang bodoh, hahaha…kau bodoh sekali…” Teriak sepatu. Tapi kulit kacang tak mendengar, kakikaki membawa sepatu berjalan menjauh, menghindari gerimis yang kian lebat. Bunyi hujan terdengar merdu, kulit kacang makin senang, namun tibatiba kulit kacang teringat katakata sepatu.
“Aku memang bodoh, tapi betapa kasihan sepatu itu, tak bisa bebas menikmati hujan, selalu terinjak sepanjang waktu.” Kulit kacang berkata sendiri, tak kepada siapasiapa, mungkin langit mendengar hingga hujan tercurah makin deras*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar