Pamatang sawah tak pernah terlalu sempit untuk dilangkahi. Beriringan telapak kaki seribu berjalan, dari tanah ke tanah, setiap butir makna, kucoba mencatat, tak pernah bisa. Tinta mengering terlalu cepat sebelum musim berganti, kau pergi, pergilah dari dusundusun kumuh di telapak tanganku. Mengirim tanah ke kota, ke lantai istana. Tubuh dan kepala, lupakan saja. Cacingcacing biar gembira memakannya, menjadi gemuk dan sehat.
Kaki seribu tak pernah punya sepatu, berjalan lambat dari waktu ke waktu. Tak punya kata dan bahasa, menjadi bagian rumah kita, serupa embun dan matahari terbit, bungabunga melati dan biji saga. Burung kertas warnawarni kaulipat tiap hari, hinggap di rambutku tiap pagi, berkicau tentang pematang sawah, lumpur dan gabah. Hangat memeluk udara*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar