Kamis, 24 Februari 2011

tradisi

Aku percaya aku dilahirkan pembunuh, waktu. Aku percaya maut mengendapngendap dalam bilik jantungku, berpindah ke serambi, kanan kiri, merah hitam, anakanak kota mewarnai rambutnya. Mereka jatuh cinta. Pagi dalam sebungkus nasi, kecambah, bunga turi, bumbu kacang, ikan teri, membujuk tubuh terus tumbuh ke arahku, menutup mata. Merah hitam berceceran di manamana.

Bus, kereta api, gedung  dan mesinmesin ingin jadi kuda nil, berkubang lumpur, dadanya pengap manusia. Sudah lama kusaksikan dalam mimpi buruk, gedunggedung ambruk, kembali padang rumput, setelah puingpuing pulang ke dalam ruang antara ruasruas tulang. Kita sama, pemakan segala.

Demi cinta, demi cinta kau mengajariku memuja badai, berdiri di tanah datar menanti petir. Tubuh selalu ingin menyala, tulangtulang iri pada baja, ingin ditempa, darah ingin tumpah. Belum bisa kubaca satupun perkara di tanah merah. Hanya laut, laut setia mengalun, membuai anakanak paus. Anakanak paus kelak tumbuh dewasa, membawabawa tongkat dan kabar gembira di atas menara. Tapi laut setia mengalun, mengantar janinjanin kembali ke dalam rahim induknya masingmasing.

Bermula debu, kembali debu, kulontarkan dua dadu keraskeras, tak bisa pecah, kubus plastik bertulis angka, minta ditebak, pintar mengelak. Ini seteguk lagi minumlah, minumlah, berhadapan dan tertawa pada luka, bersama gununggunung muntah, batuk darah, paruparu hitam. Permainan tak boleh berhenti, wajib terus bermain, menjadi lahar, melupa lapar , hingga terkapar. Kertaskertas harus mencetak kabar, biar tak ada pengangguran yang makan tidur dalam kerduskerdus, mendengus sebentar hangus.

Bibirbibir berguman, bagus, bagus sekali menjadi kaktus, tumbuh di padangpadang tandus, duri di sekujur tubuh. Kaktus, cara bagus  tak jadi pengecut. Menumbuhkan duri di sekujur tubuh, serupa landak. Manusia keparat, tahu cara memetik kaktus, menangkap landak, tanpa terluka. Menfitnah iblis yang bersalah, menghasut, membujuk.  Padahal iblis sedari tadi duduk manis di sudut dengan sepotong kayu dan belati di tangannya, tekun memahat wajah tuhan.

Aku percaya aku dilahirkan pembunuh, kelak terbunuh, seperti pertukaran suku kata, tu-han ke han-tu, kembali tuhan, kembali hantu, terus berulang hingga akhir jaman. Aku percaya orang suci mengenakan lingkaran terbang di kepala, berputar keras, berhenti dengan tanda panah menunjuk angka, menang atau kalah selesaikan segalanya.

Selamat ! Belum tamat*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar