by Dian Aza on Wednesday, March 30, 2011 at 11:38pm
Aku sudah membunuhmu kemarin petang, menguburkan jasadmu di dasar liang jantungku. Tak bisa kupahami bagaimana kau bisa kembali muncul di depan mataku, dadaku kaubuat lubang dan berdarah, jantungku pecah berserakan oleh cakarmu, kau berteriak lewat bibirku,” Aku hidup, aku hidup, di atas kematianmu aku hidup, kau tak akan pernah tega menguburkanku di dalam tanah, dan jantungmu akan setia berbagi detak denganku.”
Aku menikammu sekali, berkalikali, tak terhitung kali, hingga tanganku terkulai berlumuran darah. Mahlukmahluk berdatangan ke dekatku, entah karena aroma darah atau bunyi erangan. Mahlukmahluk semakin dekat, salah satunya akhirnya menyentuhku, menggenggam lenganku dan berkata,”Sudah mati.”
Mereka membakar dupa, menggali tanah, meletakkan tubuhku di dasar liang lahat, menimbun kembali lubang dengan tanah bercampur kelopakkelopak bunga, sambil tak henti menggumamkan nama dan doadoa. Tapi kudengar suaramu masih lantang meneriakkan hidupmu di jantung setiap mahluk yang mengubur jasadku*
Aku menikammu sekali, berkalikali, tak terhitung kali, hingga tanganku terkulai berlumuran darah. Mahlukmahluk berdatangan ke dekatku, entah karena aroma darah atau bunyi erangan. Mahlukmahluk semakin dekat, salah satunya akhirnya menyentuhku, menggenggam lenganku dan berkata,”Sudah mati.”
Mereka membakar dupa, menggali tanah, meletakkan tubuhku di dasar liang lahat, menimbun kembali lubang dengan tanah bercampur kelopakkelopak bunga, sambil tak henti menggumamkan nama dan doadoa. Tapi kudengar suaramu masih lantang meneriakkan hidupmu di jantung setiap mahluk yang mengubur jasadku*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar