by Dian Aza on Sunday, June 12, 2011 at 12:08am
Kutitipkan sadarku pada buaian api yang melepuhkan hanya lidah bekuku. Dengar racauan kacau dari paru paru, menggenang manis krim vanila bergarnis saus stroberi, manis kutelan kembali, agar tanah tak ternoda, hitam jernih dan diam seperti gelas gelas di atas meja sepanjang perjalanan yang kutinggalkan di belakang.
Adakalanya sakit menyembuhkan luka, mengenyangkan harapan. Aku dan berjuta virus saling memeluk mesra, bercakap dan bercanda sambil mengaduk ngaduk krim putih merah di rongga dada. Kami sepakat tak butuh obat. Kesembuhan terlalu bisu dan gagu, selengang kematian yang pengecut di hari penghakiman. Tak segagah berani virus menyerang tubuh, mencemari darah merah dan putih, menyumbat hidungku, menertawakan suara bising anjing galak yang tak berhenti menyalak dalam leherku. Makan saja tulang belakang yang gentar berperang, kuburkan sisanya dalam tanah untuk cadangan makanan di masa datang.
Api, virus, anjing, tulang marilah berpesta lagi, mungkin masih ada satu galon krim putih merah meriahkan malam, akan kutemani sampai kalian semua jatuh terlentang menindih kesadaran. Sesudah sunyi, menjelang pagi aku berencana bangkit diam diam menjerang secangkir air, kembali menyusuri jalan panjang di belakang menjemput hujan yang tertinggal, memunguti gelas gelas hitam. Air atau abu adalah wujud kesayanganku melekat di punggungmu*
Adakalanya sakit menyembuhkan luka, mengenyangkan harapan. Aku dan berjuta virus saling memeluk mesra, bercakap dan bercanda sambil mengaduk ngaduk krim putih merah di rongga dada. Kami sepakat tak butuh obat. Kesembuhan terlalu bisu dan gagu, selengang kematian yang pengecut di hari penghakiman. Tak segagah berani virus menyerang tubuh, mencemari darah merah dan putih, menyumbat hidungku, menertawakan suara bising anjing galak yang tak berhenti menyalak dalam leherku. Makan saja tulang belakang yang gentar berperang, kuburkan sisanya dalam tanah untuk cadangan makanan di masa datang.
Api, virus, anjing, tulang marilah berpesta lagi, mungkin masih ada satu galon krim putih merah meriahkan malam, akan kutemani sampai kalian semua jatuh terlentang menindih kesadaran. Sesudah sunyi, menjelang pagi aku berencana bangkit diam diam menjerang secangkir air, kembali menyusuri jalan panjang di belakang menjemput hujan yang tertinggal, memunguti gelas gelas hitam. Air atau abu adalah wujud kesayanganku melekat di punggungmu*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar