by Dian Aza on Thursday, June 16, 2011 at 1:27am
Bulan bertekad bulat bikin matahari cemburu. Melotot terang dan bundar di hitam malam. Bumi gelisah menunggu matahari menerjang, merebut malam, meremukkan bulan. Anak anak manusia butuh belajar tata surya untuk tahu pemilik cahaya sebenarnya. Serumpun ilalang tak menghiraukan angkasa tetap berdansa ringan, hanya angin, hanya angin terus meniup dingin mengabarkan gigil, setia dalam semua hitungan genap maupun ganjil. Induk landak mengajari anak anaknya menegakkan duri seirama lolongan serigala.
Serupa bibir perempuan malam mengeja tuhan. Setan setan bersumpah mendengar doa bulan, ingin terang bukan pinjaman. Seperti bunyi ranjang berderit. Lelaki beringsut di balik selimut, meninggalkan selembar kertas kosong tersesat gelap. Lampu telah memadamkan pesan yang sejak semula ragu dituliskan. Matahari sesungguhnya tak tahu cemburu, mungkin hanya ingin manusia manusia kecil belajar sebenarnya pemilik cahaya, penjaga bumi siang malam, penyayang perempuan atau lelaki. Malam tak pandang bulu, menyukai semua mahluk berbulu, berduri, berbunga dan berbuah, bahkan mahluk yang tak tahu jenisnya sendiri. Semua yang tidur kemalaman atau bangun kesiangan, semua tawa atau air mata yang tak bisa membaca.
Pada pelajaran pertama esok pagi di sekolah ibu bapa guru berkata tegas, semalam itu cuma gerhana, sambil memutar mutar miniatur galaksi di depan kelas, memindahkan letak bulan bulanan, bumi bumian dan matahari mataharian dalam posisi sejajar, selurus garis. Hanya murid murid di baris terdepan melihat tak terhalang yang berada tepat di depan mata. Beberapa murid di barisan belakang saling berbisik tentang raksasa*
Serupa bibir perempuan malam mengeja tuhan. Setan setan bersumpah mendengar doa bulan, ingin terang bukan pinjaman. Seperti bunyi ranjang berderit. Lelaki beringsut di balik selimut, meninggalkan selembar kertas kosong tersesat gelap. Lampu telah memadamkan pesan yang sejak semula ragu dituliskan. Matahari sesungguhnya tak tahu cemburu, mungkin hanya ingin manusia manusia kecil belajar sebenarnya pemilik cahaya, penjaga bumi siang malam, penyayang perempuan atau lelaki. Malam tak pandang bulu, menyukai semua mahluk berbulu, berduri, berbunga dan berbuah, bahkan mahluk yang tak tahu jenisnya sendiri. Semua yang tidur kemalaman atau bangun kesiangan, semua tawa atau air mata yang tak bisa membaca.
Pada pelajaran pertama esok pagi di sekolah ibu bapa guru berkata tegas, semalam itu cuma gerhana, sambil memutar mutar miniatur galaksi di depan kelas, memindahkan letak bulan bulanan, bumi bumian dan matahari mataharian dalam posisi sejajar, selurus garis. Hanya murid murid di baris terdepan melihat tak terhalang yang berada tepat di depan mata. Beberapa murid di barisan belakang saling berbisik tentang raksasa*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar