by Dian Aza on Monday, May 2, 2011 at 10:49pm
Beli satu gratis satu, tertulis di etalase, di dalamnya berbatangbatang gincu menonjolkan tubuh, ramping, merah berkilat, dari warna darah hingga warna tanah. Kaum hawa berkerumun, dalam masingmasing kepalanya mesin hitung bekerja keras membohongi diri, bibir cantik menari di anganangan, mata bersinar. Tak seorang hawapun mendengar suarasuara dari lantai, sepatu dan sandal dongkol saling bicara, semua pembungkus dan alas kaki selalu menawarkan kemurahan serupa, beli satu gratis satu, beli sebelah kiri, sebelah kanan dapat cumacuma, berlaku sebaliknya. Hanya saja para pedagang malas menuliskan katakata ajaib yang terbaca beli satu gratis satu untuk menarik banyak laba. Mungkin para pedagang telah paham, percuma menciptakan ilusi potongan harga untuk bendabenda yang bukan dipakai wajah. Lebih mudah merayu kaum hawa untuk mewarnai bibirnya ketimbang untuk menutupi warna kakinya. Warna darah, warna tanah kakikaki yang berkerumun di depan potongan harga sudah punya, tak perlu ditambah. Sepatu dan sandal harus belajar berlapang dada, tanpa kata memberi dua sisi untuk satu harga*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar