by Dian Aza on Wednesday, June 8, 2011 at 10:52pm
Lima puluh ribu rupiah ditukar gelang kertas. Setelah melekat pada pergelangan tangan ternyata sangat perkasa, seperti kisah animasi, gelang kertas membuat manusia biasa serba bisa. Mengelilingi dunia mengendarai tubuhku sendiri. Berjalan melewati ruang demi ruang yang mengurung setiap potong dunia di balik kaca. Waktu menundukkan kepala menyerahkan lorong lorongnya padaku. Mereka semua hanya mampu berkata, sayangilah bumi dan seisinya, sungguh syahdu kudengar lagunya sebelum gelembung gelembung bening melayang, hujan salju berjatuhan, kabut membentang menyelubungi kenyataan.
Hari ini, tak bisa kupungkiri, lima puluh ribu rupiah membuat segalanya meriah. Dari dasar laut sampai puncak gunung tersaji bersama sekotak nasi, hangat meski hanya pura pura menjadi nyata. Kurasa layak berterima kasih pada gelang kertas lima puluh ribu rupiah. Tak pernah kuduga begitu mempesona, hanya lima puluh ribu rupah. Angsa hitam itu sungguh sungguh nyata, berparuh merah, kulihat sepasang berenang anggun di dekat perahu sebelum memasuki terowongan penuh boneka cantik bernyanyi sambil mengangguk angguk dalam lambung kapal nabi nuh.
Kusempatkan berdoa semoga hanya hari ini saja waktuku bergembira, menjadi benar manusia pemilik gelang kertas berwarna merah. Gelang kertas tidak sama dengan sepatu kaca, berakhir jauh sebelum tengah malam, gelang kertas tak boleh terlepas dan tertinggal di anak tangga. Senja menandakan pesta usai, gelang kertas di pergelangan tangan kehabisan daya. Lima puluh ribu menjelma ingatan potongan apel dan wortel di bangku kereta, kusuapkan dengan tanganku sendiri ke dalam mulut seekor hewan langka, seekor onta berpunuk satu yang terus menerus ingin mencium pipiku*
Hari ini, tak bisa kupungkiri, lima puluh ribu rupiah membuat segalanya meriah. Dari dasar laut sampai puncak gunung tersaji bersama sekotak nasi, hangat meski hanya pura pura menjadi nyata. Kurasa layak berterima kasih pada gelang kertas lima puluh ribu rupiah. Tak pernah kuduga begitu mempesona, hanya lima puluh ribu rupah. Angsa hitam itu sungguh sungguh nyata, berparuh merah, kulihat sepasang berenang anggun di dekat perahu sebelum memasuki terowongan penuh boneka cantik bernyanyi sambil mengangguk angguk dalam lambung kapal nabi nuh.
Kusempatkan berdoa semoga hanya hari ini saja waktuku bergembira, menjadi benar manusia pemilik gelang kertas berwarna merah. Gelang kertas tidak sama dengan sepatu kaca, berakhir jauh sebelum tengah malam, gelang kertas tak boleh terlepas dan tertinggal di anak tangga. Senja menandakan pesta usai, gelang kertas di pergelangan tangan kehabisan daya. Lima puluh ribu menjelma ingatan potongan apel dan wortel di bangku kereta, kusuapkan dengan tanganku sendiri ke dalam mulut seekor hewan langka, seekor onta berpunuk satu yang terus menerus ingin mencium pipiku*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar