by Dian Aza on Sunday, May 15, 2011 at 4:06pm
Letih, letih baru saja kubuat peti kedap udara dari besi, kumasukkan setumpuk suratmu, kupasang gembok baja anti karat lumayan besar, kukuburkan dalam lubang di pojok halaman belakang.
Rumit, rumit sekali kalau kuingin membaca kembali selembar saja suratmu, mesti mengendapendap ke pojok halaman belakang, membawa sekop dan kunci, menggali, mengeluarkan peti besi, membesihkan lubang kunci dari serpihan tanah, memasukkan anak kunci, membuka tutup peti. Akhirnya kujumpai kalimat pertamamu, kubaca selembar surat sampai kalimat terakhirmu, selalu kautuliskan di bawah gambar jantung hatimu, maaf cintanya jelek.
Lega, lega serasa terbang ke surga. Kukembalikan selembar suratmu seperti semula, ke dalam peti besi kedap udara terkunci rapat terkubur di pojok halaman belakang.
Rindu, rindu selalu segera kembali ingin membaca selembar saja suratmu lagi. Peti besi terkunci dan terkubur sama sekali tak berarti sulit. Tidak juga kuhiraukan pendapat temanteman yang mengataiku abnormal hanya karena sikapku tentang surat, tidak semua surat, hanya setumpuk suratmu*
Rumit, rumit sekali kalau kuingin membaca kembali selembar saja suratmu, mesti mengendapendap ke pojok halaman belakang, membawa sekop dan kunci, menggali, mengeluarkan peti besi, membesihkan lubang kunci dari serpihan tanah, memasukkan anak kunci, membuka tutup peti. Akhirnya kujumpai kalimat pertamamu, kubaca selembar surat sampai kalimat terakhirmu, selalu kautuliskan di bawah gambar jantung hatimu, maaf cintanya jelek.
Lega, lega serasa terbang ke surga. Kukembalikan selembar suratmu seperti semula, ke dalam peti besi kedap udara terkunci rapat terkubur di pojok halaman belakang.
Rindu, rindu selalu segera kembali ingin membaca selembar saja suratmu lagi. Peti besi terkunci dan terkubur sama sekali tak berarti sulit. Tidak juga kuhiraukan pendapat temanteman yang mengataiku abnormal hanya karena sikapku tentang surat, tidak semua surat, hanya setumpuk suratmu*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar