by Dian Aza on Wednesday, June 1, 2011 at 10:24pm
Ini tentang kita, angin berbisik lembut di keningmu, memainkan rambutmu di bibirku. Mendung di langit hitam berwarna jingga, aku mengeja setiap kilometer di belakang kita, hanya ada kata keras kepala menghantam dada. Belah saja segala permukaan untuk percaya seberapa dangkal kukuburkan kematianku ke dalam selembar halaman buku yang tak pernah selesai menuliskan kisah. Jangan tentang cinta, tentang kita, kita yang gemar mencemooh cinta di lidah manusia, membandingkannya dengan cacing di paruh angsa tanpa sengaja mengorbankan hidup demi mahluk cantik penghias telaga.
Duduklah di pangkuanku selama kau masih tegak menunjuk angkasa, letakkan kepalamu di lenganku kalau lelah, adalah kalimat yang kucuri dengar dari bisikan tanah pada batang batang rumput di bukit bukit yang kaulukis untukku. Harus kuhabiskan segenap sisa hidupku mendengarmu mengatakan setiap makna tanpa suara, tanpa bahasa, hingga tak mungkin ada salah kata di antara kita. Ini tentang kita, merayakan kematian demi kematian tanpa sia sia menyerahkan hidup di padang rumput, di sudut ruang sempit berjeruji kelabu, di mega dan mendung, di rona senja, di ujung malam menjelang fajar. Di setiap ada kita saling berkaca*
Duduklah di pangkuanku selama kau masih tegak menunjuk angkasa, letakkan kepalamu di lenganku kalau lelah, adalah kalimat yang kucuri dengar dari bisikan tanah pada batang batang rumput di bukit bukit yang kaulukis untukku. Harus kuhabiskan segenap sisa hidupku mendengarmu mengatakan setiap makna tanpa suara, tanpa bahasa, hingga tak mungkin ada salah kata di antara kita. Ini tentang kita, merayakan kematian demi kematian tanpa sia sia menyerahkan hidup di padang rumput, di sudut ruang sempit berjeruji kelabu, di mega dan mendung, di rona senja, di ujung malam menjelang fajar. Di setiap ada kita saling berkaca*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar