Selasa, 28 Juni 2011

jembatan di atas kepala

by Dian Aza on Sunday, May 8, 2011 at 12:32am
Bagaimana bisa menyeberangi jembatan di atas kepala. Mata anak kecil menerawang jauh. Seorang perempuan berkaki patah duduk di atas rumput. Air sungai mengalir deras ke arah muara. Perempuan melarungkan doa, datanglah surga, datanglah surga. Tak ada bidadari sedang mandi, sungai keruh dan berbau busuk. Anak kecil melempar batu, tenggelam, jembatan tetap berdiri jauh dan tinggi. Jika surga tak mendekat, biar neraka saja menunjukkan arah, nasi bungkus, teh dalam kantong plastik yang biasa disodorkan pemulung.

Kalau tak tahu arah boleh bertanya, kata petugaspetugas yang gemar menggusur kerdus. Ini tanah ada yang punya, tak boleh duduk, berdiri dan tidur cumacuma, semua berharga, ada tertulis pada masingmasing benda. Kalau surga berapa harganya, anak kecil bertanya. Tak cukup kepalamu menukarnya. Neraka lebih murah, seharga sebelah mata. Anak kecil menukar sebelah matanya dengan neraka, berlari mendekati perempuan berkaki patah, mengulurkan neraka di telapak tangannya yang melepuh. Neraka berbinar dan tertawatawa, mari membakar jembatan. Tapi jembatan tak bersalah, perempuan berkaki patah mencoba memadamkan neraka yang mulai membara. Anak kecil diam saja, hanya menggerutu tanpa suara, dasar perempuan cacat.

Jembatan di atas kepala apa gunanya, anak kecil tibatiba menjadi besar, suhu tinggi neraka cepat mematangkan usia. Petugaspetugas sudah jompo dan renta, perempauan berkaki patah membuat rumput dari kerdus. Kau pikir jika tak bisa berjalan surga bersedia datang. Bertanya pada jembatan di atas kepala tak mau menunduk, tak mau patah*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar