by Dian Aza on Tuesday, May 3, 2011 at 11:32pm
Kusangka kita telah pandai berdusta, mengacuhkan dahaga. Tapi tidak. Berlari menembus waktu bersamamu mencabik lenganku. Tidak pudar. Pundak masih tegar menopang loronglorong panjang, kalut oleh kabut, hujan segera jatuh, sungguh menusuk mengandalkan mantel melindungi tubuh dari sayatan jalan. Pudar bergetar. Berdiri di bawah air kulihat kilat mengayunkan pedang, semakin dekat, semakin lebat. Datang menjerat, menyeret luka demi luka membuka mata.
Mungkin harus belajar lagi melupakan jalan pulang, hingga tak bertemu sesat. Di tiap sudut dan ujung jalan bisa mendirikan rumah yang mahir menyangkal alamatnya masingmasing, rumah yang pintunya terbuka untuk semua singgah di antara kita*
Mungkin harus belajar lagi melupakan jalan pulang, hingga tak bertemu sesat. Di tiap sudut dan ujung jalan bisa mendirikan rumah yang mahir menyangkal alamatnya masingmasing, rumah yang pintunya terbuka untuk semua singgah di antara kita*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar