by Dian Aza on Wednesday, May 11, 2011 at 12:41pm
Mana ada kitab suci di bumi ini, jika suci tentu tak akan hangus dibakar api. Sebuah kitab adalah kitab, dibuat dari bahanbahan dan caracara yang lazim untuk membuat kitab, oleh manusiamanusia yang bekerja di percetakan. Manusia biasa pula, butuh makan dan minum, harus buang air besar dan kecil, memakai penutup tubuh, mengerjakan segala hal yang dikerjakan manusia pada umumnya. Jadi aku tak pernah paham bagaimana mereka bisa menerbitkan sebuah kitab yang istimewa, lebih bernilai dibanding jiwa manusia.
Sesungguhnya apa bedanya manusia modern dengan manusia prasejarah, terutama menyangkut cara bersikap terhadap bendabenda. Manusia prasejarah menganggap sebuah pohon besar keramat, karena memberi keteduhan, mengalirkan mata air dari celah akarnya, atau menjatuhkan buah dan bijibijian yang bisa merubah hidup manusia. Manusia modern berkeras mengatakan sebuah kitab adalah suci karena di dalamnya terdapat banyak kisah bagusbagus yang jika dibaca bisa pula merubah hidup manusia.
Aku tahu ada banyak perbedaan dan pertentangan yang menyakitkan kalau ada yang mengatakan sesuatu dengan berbeda, mereka menyebutnya ‘salah’. Maka sebaiknya diam saja. Tapi aku suka membuat manusia punya kesibukan untuk menasehati seseorang yang sesat, itu lebih aman, dari pada jika manusia tak punya kesibukan mulia, hingga menciptakan halhal yang mengerikan. Kalau kudengarkan dan kubaca nasehat orangorang, setidaknya mereka akan merasa hidupnya tak siasia. Begitulah yang diajarkan ibuku.
Ibuku tak macam manusiamanusia itu, dia tak pernah memberiku nasehat, ibuku mengajariku, mengajariku tentang semua kesalahan yang mungkin bisa dikerjakan manusia. Kesalahankesalahan tak termaafkan yang tak bisa diselamatkan dengan cara membaca kitab suci manapun. Mestinya kusalahkan ibuku, dan memang itu yang kulakukan, seperti yang diinginkannya.
Kusalahkan ibuku karena mengijinkan sel telurnya dibuahi sperma ayahku. Kusalahkan ibuku karena membiarkan aku tumbuh dan tinggal dalam rahimnya. Kusalahkan ibuku karena melahirkan aku. Yang tak termaafkan dari ibuku adalah tidak membunuhku atau membuangku ke kloset atau tempat sampah, atau tempat mana saja. Kenapa pula tak dihanyutkannya aku ke sungai atau diletakkan di gerbang istana raja kaya raya. Sungguhsungguh kesalahan tak termaafkan dari ibuku, yang bikin aku harus terus hidup hingga hari ini. Hihihi. Kurasa setiap orang tahu betapa nikmatnya menemukan kesalahan, betapa dunia akan sejenak menjadi tenang dan hening karena manusiamanusia yang gemar bicara dan bersuara merdu akan segera sibuk memikirkan kalimatkalimat mulia yang layak dijadikan nasehat untuk seorang sesat yang menimpakan semua kesalahan pada ibunya.
Seperti sudah kukatakan ibuku tak macam manusiamanusia lain. Mendengarku atau membaca semua kesalahan yang kucecarkan padanya ibuku malah tertawa hangat mendekapku erat dan berkata,”Ahh kau sudah pintar, siapa yang mengajarimu Nak…”
Bukan kitab suci manapun, bukan manusia siapapun, hanya ibuku yang mengajariku. Kurasa aku mencintai ibuku, dan ibuku mencintaiku, sebenarnya aku tak tahu pasti. Ibuku tak pernah mengajariku tentang itu, tidak pula kitabkitab dan manusiamanusia. Kalimatkalimat bertuah dan nasehatnasehat cuma membuatku semakin dekat ke liang lahat*
Sesungguhnya apa bedanya manusia modern dengan manusia prasejarah, terutama menyangkut cara bersikap terhadap bendabenda. Manusia prasejarah menganggap sebuah pohon besar keramat, karena memberi keteduhan, mengalirkan mata air dari celah akarnya, atau menjatuhkan buah dan bijibijian yang bisa merubah hidup manusia. Manusia modern berkeras mengatakan sebuah kitab adalah suci karena di dalamnya terdapat banyak kisah bagusbagus yang jika dibaca bisa pula merubah hidup manusia.
Aku tahu ada banyak perbedaan dan pertentangan yang menyakitkan kalau ada yang mengatakan sesuatu dengan berbeda, mereka menyebutnya ‘salah’. Maka sebaiknya diam saja. Tapi aku suka membuat manusia punya kesibukan untuk menasehati seseorang yang sesat, itu lebih aman, dari pada jika manusia tak punya kesibukan mulia, hingga menciptakan halhal yang mengerikan. Kalau kudengarkan dan kubaca nasehat orangorang, setidaknya mereka akan merasa hidupnya tak siasia. Begitulah yang diajarkan ibuku.
Ibuku tak macam manusiamanusia itu, dia tak pernah memberiku nasehat, ibuku mengajariku, mengajariku tentang semua kesalahan yang mungkin bisa dikerjakan manusia. Kesalahankesalahan tak termaafkan yang tak bisa diselamatkan dengan cara membaca kitab suci manapun. Mestinya kusalahkan ibuku, dan memang itu yang kulakukan, seperti yang diinginkannya.
Kusalahkan ibuku karena mengijinkan sel telurnya dibuahi sperma ayahku. Kusalahkan ibuku karena membiarkan aku tumbuh dan tinggal dalam rahimnya. Kusalahkan ibuku karena melahirkan aku. Yang tak termaafkan dari ibuku adalah tidak membunuhku atau membuangku ke kloset atau tempat sampah, atau tempat mana saja. Kenapa pula tak dihanyutkannya aku ke sungai atau diletakkan di gerbang istana raja kaya raya. Sungguhsungguh kesalahan tak termaafkan dari ibuku, yang bikin aku harus terus hidup hingga hari ini. Hihihi. Kurasa setiap orang tahu betapa nikmatnya menemukan kesalahan, betapa dunia akan sejenak menjadi tenang dan hening karena manusiamanusia yang gemar bicara dan bersuara merdu akan segera sibuk memikirkan kalimatkalimat mulia yang layak dijadikan nasehat untuk seorang sesat yang menimpakan semua kesalahan pada ibunya.
Seperti sudah kukatakan ibuku tak macam manusiamanusia lain. Mendengarku atau membaca semua kesalahan yang kucecarkan padanya ibuku malah tertawa hangat mendekapku erat dan berkata,”Ahh kau sudah pintar, siapa yang mengajarimu Nak…”
Bukan kitab suci manapun, bukan manusia siapapun, hanya ibuku yang mengajariku. Kurasa aku mencintai ibuku, dan ibuku mencintaiku, sebenarnya aku tak tahu pasti. Ibuku tak pernah mengajariku tentang itu, tidak pula kitabkitab dan manusiamanusia. Kalimatkalimat bertuah dan nasehatnasehat cuma membuatku semakin dekat ke liang lahat*
begitulah orang, sering menyangka hanya seorang diri yang tahu kalo ubi bakar beda dangan ibu bakar. ibu bisa membakar ubi, tidak sebaliknya, bahkan kepada tiga huruf saja dunia bisa tak adil.
BalasHapus