Perempuan bersujud di hadapanku, menemukan altar remang, wangi dupa dan buahbuah ranum untuk sesaji kepada sesuatu, mungkin dewa mungkin hanya seseorang yang punya sebuah tempat untuk disewanya meletakkan tubuh.
Aku memandang matanya lebam, berlubang, baru saja ada yang meledak di sana. Tapi perempuan itu diam, terus menekuk lutut, menundukkan kepala, bibirnya rapat. Dia sangat tabah menanggung kisahnya. Dan aku terus bertanya tidak kepada siapasiapa, kenapa seorang perempuan tabah harus bersujud di hadapanku, untuk merasa bahagia, atau sekedar diam, menjalankan peran.
Bukankah semua hutan telah ditempuh, dan aku sedang tak ingin kemana-mana. Perempuan itu tidak punya tempat lain untuk memanjatkan doa. Perempuan itu tak memberitahu nama atau apapun tentang dirinya. Aku hanya menebak waktu memanggilnya,"Bunda."
Perempuan itu tengadah, mengulurkan tangannya, suaranya sungguh halus ketika mengucapkan kata,"Nak." Aku bimbang menerima pemberiannya, selembar nyawa*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar