by Dian Aza on Monday, April 4, 2011 at 11:32pm
Seekor burung hantu menatap malam dengan mata hampa. Mata lebar, berbinar kuning kehijauan, menelan gelap. Burung hantu kesepian, merasa siasia, menyesali tak ada yang menatap kebijakan dalam matanya, selain malam. Seekor tikus betina pengecut lari ketakutan, membelakangi maut yang bersinar di mata burung hantu. Burung hantu masih menatap hampa, tak terbersit niat mengejar dan menyergap tikus betina pengecut, sungguh tak asyik memangsa sesuatu yang tak berani menantang maut, tak punya nyali menguji hidup.
Sesampainya di dalam sarang tikus betina mengunyah butirbutir jagung yang disimpannya dalam mulutnya, memuntahkan remahannya untuk enam ekor anak tikus yang segera berebut serpihan jagung. Beberapa ekor anak tikus bergegas menyusup ke bawah tubuh tikus betina, mencaricari puting susunya. Tikus betina belum juga reda debar kencang dadanya, masih terbayang jelas segala bahaya yang baru saja ditempuhnya dalam perjalanan pulang ke sarang. Sungguh beruntung burung hantu tua tadi tak cukup awas matanya untuk memburu dan menangkapnya, jika tak demikian tentu anakanaknya tak akan bisa bertahan hidup tanpa induk.
Burung hantu masih bertengger di atas dahan yang sama, telinga tajamnya samarsamar mendengar cicit riang anakanak tikus di dalam sarang saat menyambut induknya pulang. Burung hantu menghembuskan nafasnya dengan keras. Mata burung hantu masih menatap hampa, memancarkan binar kuning kehijauan pada malam yang tak pernah kesepian. Malam yang tak pernah merasa siasia di dada tikus betina*
Sesampainya di dalam sarang tikus betina mengunyah butirbutir jagung yang disimpannya dalam mulutnya, memuntahkan remahannya untuk enam ekor anak tikus yang segera berebut serpihan jagung. Beberapa ekor anak tikus bergegas menyusup ke bawah tubuh tikus betina, mencaricari puting susunya. Tikus betina belum juga reda debar kencang dadanya, masih terbayang jelas segala bahaya yang baru saja ditempuhnya dalam perjalanan pulang ke sarang. Sungguh beruntung burung hantu tua tadi tak cukup awas matanya untuk memburu dan menangkapnya, jika tak demikian tentu anakanaknya tak akan bisa bertahan hidup tanpa induk.
Burung hantu masih bertengger di atas dahan yang sama, telinga tajamnya samarsamar mendengar cicit riang anakanak tikus di dalam sarang saat menyambut induknya pulang. Burung hantu menghembuskan nafasnya dengan keras. Mata burung hantu masih menatap hampa, memancarkan binar kuning kehijauan pada malam yang tak pernah kesepian. Malam yang tak pernah merasa siasia di dada tikus betina*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar