by Dian Aza on Wednesday, April 27, 2011 at 3:22pm
Satu kelebihanmu, tiada kekurangan apapun.
Bersamamu aku tertawa untuk segala hal tak lucu, menangis untuk semua kelucuan. Tak ada yang tabu, katamu, penolakan hanya reaksi pertama. Aku berkeras, tidak benar. Kau berkata, sudah terjawab. Paduan suara menyanyikan lagulagu merdu, tak perlu judul untuk ikut menyanyikan satu bait kegelisahan.
Tawatawa dan air mata berkejaran di sepanjang jalan kita, seperti kereta luncur di akhir tahun, berpacu menembus udara beku. Dingin menyayat di pipi, meninggalkan coretancoretan hitam lambang siap berperang. Berteriak sekuat dada, hahahahahaha…
Bang bang bang, kita menembaki dinding, kautendang sampai roboh. Sebuah rumah yang lain di balik reruntuhan menunggu.
Tidak sempurna, tiada kekurangan hanya satu kelebihan. Dinding berlubang tertawa, seperti kau dan aku, menertawakan lubanglubang di sekitar kepala, tempat mata, jalan udara, lorong suara. Ada yang menawarkan kabel, kepala itu bisa dihubungkan dengan bola dunia. Tapi satu kelebihanmu, tidak sempurna.
Tidak sempurna melubangi surga, melubangi sayapsayap malaikat. Bang bang bang terus berdendang. Tak sempat pun tak ingin tahu tentang jaman, negara atau namanama raja. Kau selalu punya peluru, aku suka diburu, yang lainlain menyukai lubang di manamana. Dari saku jaketmu bulu sayap segala unggas menyembul. Lengan bajuku menjadi daratan, udara lembab dalam hutan lebat.
Kelebihanmu satu, tiada kekurangan apapun. Lubanglubang masih tertawa, berteriak, bang bang bang untuk setiap tembakan. Mata kian mahir tertawa, airmata pandai bercerita tentang satusatunya kelebihanmu, tiada kekurangan apapun, persis kalimatkalimat di bukubuku dalam lemari yang menembaki kepala tanpa henti*
Bersamamu aku tertawa untuk segala hal tak lucu, menangis untuk semua kelucuan. Tak ada yang tabu, katamu, penolakan hanya reaksi pertama. Aku berkeras, tidak benar. Kau berkata, sudah terjawab. Paduan suara menyanyikan lagulagu merdu, tak perlu judul untuk ikut menyanyikan satu bait kegelisahan.
Tawatawa dan air mata berkejaran di sepanjang jalan kita, seperti kereta luncur di akhir tahun, berpacu menembus udara beku. Dingin menyayat di pipi, meninggalkan coretancoretan hitam lambang siap berperang. Berteriak sekuat dada, hahahahahaha…
Bang bang bang, kita menembaki dinding, kautendang sampai roboh. Sebuah rumah yang lain di balik reruntuhan menunggu.
Tidak sempurna, tiada kekurangan hanya satu kelebihan. Dinding berlubang tertawa, seperti kau dan aku, menertawakan lubanglubang di sekitar kepala, tempat mata, jalan udara, lorong suara. Ada yang menawarkan kabel, kepala itu bisa dihubungkan dengan bola dunia. Tapi satu kelebihanmu, tidak sempurna.
Tidak sempurna melubangi surga, melubangi sayapsayap malaikat. Bang bang bang terus berdendang. Tak sempat pun tak ingin tahu tentang jaman, negara atau namanama raja. Kau selalu punya peluru, aku suka diburu, yang lainlain menyukai lubang di manamana. Dari saku jaketmu bulu sayap segala unggas menyembul. Lengan bajuku menjadi daratan, udara lembab dalam hutan lebat.
Kelebihanmu satu, tiada kekurangan apapun. Lubanglubang masih tertawa, berteriak, bang bang bang untuk setiap tembakan. Mata kian mahir tertawa, airmata pandai bercerita tentang satusatunya kelebihanmu, tiada kekurangan apapun, persis kalimatkalimat di bukubuku dalam lemari yang menembaki kepala tanpa henti*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar