by Dian Aza on Sunday, May 1, 2011 at 12:06am
Kudengar keluhan dinding, merasa diabaikan ketika aku melirik ke arah jam dinding dan selembar kertas bergambar perempuan cantik sedang tersenyum senang. Tentu aku butuh mengetahui waktu, dan bukan senyum senang perempuan cantik yang kupandang, tentu angkaangka juga, penanda peristiwa pada nama hari, bulan dan tahun. Tapi dinding memang mengeluh, seperti meredam cemburu, seperti rindu. Jika tak ada jam dinding dan kalender masih sudikah aku melirikmu, begitu kirakira desisnya menyentuh mata.
Jadi aku harus melirik apa. Apa menariknya dinding kosong. Dan lubang paku masih adakah di situ, ketika kusingkirkan semua tandatanda peradaban dunia dari dinding. Pakupaku haruskah juga dicabut. Apa yang bisa kubaca dari dinding kosong, selain hamparan datar dengan retakretak, jejak debu, saksi bisu.
Kurasa pantas jadi betina liar demi membaca binatang jalang. Dinding hanya menyekat kesadaran antara ruang dan belantara, maka kulubangi, kutancapkan paku tempat menggantung jam dan kalender. Siapa boleh menggugatku, aku perlu mengingatkan diri berulang kali bahwa ini rumah manusia, bukan sarang binatang, meski erangan dan auman memantulkan kemarahan di dinding sepanjang waktu. Buas dan beringas, dinding menghakimiku di luar dugaan. Dengan siapa lagi aku mesti purapura bukan jahanam. Gambar perempuan cantik tersenyum senang adalah obat tidur paling manjur, sangat berguna untuk mengalihkan mata dari ingatan dan peristiwa.
Dan segelas pekat malam berasap terbatuk hebat menyumbat kerongkonganku, menghalangi segenap makian dan sumpah serapah yang ingin membalas dendam. Pergi saja waktu, kupanjat bangku, kuturunkan benda bulat berisi jarumjarum tajam yang tak berhenti berputar menunjuk titik dan angkaangka, mengingatkanku betapa lama sudah kutahan diri, megacuhkan keluhan dinding dan detak jantung. Dan senyum senang perempuan cantik biar saja berenang di selokan bersama segenap ingatan dan peristiwa yang gemar mendustai kebisuan.
Binatang jalang itu benar, dinding tak pernah menyembunyikan apapun yang berharga, hanya retakretak, jejak debu, saksi bisu kesejukan udara di luar kamar, sentuhan angin, pelukan udara dan asapasap dan sayapsayap dan sarangsarang. Semua kenangan perjalanan menuju hutan terlarang, di mana setiap waktu rakus melahap rindu*
Jadi aku harus melirik apa. Apa menariknya dinding kosong. Dan lubang paku masih adakah di situ, ketika kusingkirkan semua tandatanda peradaban dunia dari dinding. Pakupaku haruskah juga dicabut. Apa yang bisa kubaca dari dinding kosong, selain hamparan datar dengan retakretak, jejak debu, saksi bisu.
Kurasa pantas jadi betina liar demi membaca binatang jalang. Dinding hanya menyekat kesadaran antara ruang dan belantara, maka kulubangi, kutancapkan paku tempat menggantung jam dan kalender. Siapa boleh menggugatku, aku perlu mengingatkan diri berulang kali bahwa ini rumah manusia, bukan sarang binatang, meski erangan dan auman memantulkan kemarahan di dinding sepanjang waktu. Buas dan beringas, dinding menghakimiku di luar dugaan. Dengan siapa lagi aku mesti purapura bukan jahanam. Gambar perempuan cantik tersenyum senang adalah obat tidur paling manjur, sangat berguna untuk mengalihkan mata dari ingatan dan peristiwa.
Dan segelas pekat malam berasap terbatuk hebat menyumbat kerongkonganku, menghalangi segenap makian dan sumpah serapah yang ingin membalas dendam. Pergi saja waktu, kupanjat bangku, kuturunkan benda bulat berisi jarumjarum tajam yang tak berhenti berputar menunjuk titik dan angkaangka, mengingatkanku betapa lama sudah kutahan diri, megacuhkan keluhan dinding dan detak jantung. Dan senyum senang perempuan cantik biar saja berenang di selokan bersama segenap ingatan dan peristiwa yang gemar mendustai kebisuan.
Binatang jalang itu benar, dinding tak pernah menyembunyikan apapun yang berharga, hanya retakretak, jejak debu, saksi bisu kesejukan udara di luar kamar, sentuhan angin, pelukan udara dan asapasap dan sayapsayap dan sarangsarang. Semua kenangan perjalanan menuju hutan terlarang, di mana setiap waktu rakus melahap rindu*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar