by Dian Aza on Saturday, April 9, 2011 at 4:31am
Kau pergi, untuk datang lagi, kau dan aku dalam ketukan palu, Tidak ada yang terjatuh, hurufhurufnya utuh, penanda waktu dan mimpi yang tunduk pada ucapan selamat pagi. Tikus terbang, memburu kereta hantu di lubang hidungku, mengamati air raksa dalam tabung kaca, menghitung demam dan titiktitik buram di luar jendela.
Kau bilang, tak akan terurai sehelai benangpun dari rajutan baju hangatku, menjaga jantung yang meronta ketakutan, gemetar pada taring ular. Bukan cuma keledai dungu yang berulang jatuh dalam satu lubang. Ada aku, aku yang menunggu ayam betina berkokok, seperti menidurkan pasakpasak kayu di antara batang besi, untuk kaulintasi, dan kau datang lagi. Menderu. Menaburkan api*
Kau bilang, tak akan terurai sehelai benangpun dari rajutan baju hangatku, menjaga jantung yang meronta ketakutan, gemetar pada taring ular. Bukan cuma keledai dungu yang berulang jatuh dalam satu lubang. Ada aku, aku yang menunggu ayam betina berkokok, seperti menidurkan pasakpasak kayu di antara batang besi, untuk kaulintasi, dan kau datang lagi. Menderu. Menaburkan api*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar