Rabu, 05 Januari 2011

devian

Seekor paus terdampar di pantai kota sebelah. Kulihat dia merana di halaman Koran pagi. Aku mendengar tangisnya, ratapannya, ketakutannya, segenap pertanyaan yang memenuhi benaknya. Kenapa tuhan menciptakan pantai. Lebahlebah mendengung dalam kepala, aku sangat gerah, butuh air untuk membasuh wajah.

Aku pergi ke kamar mandi, mataku berdarah. Seorang lelaki tua terdampar di sana. Seperti seseorang yang pernah menjahitkan tas sekolahku. Air mengalir dari matanya, menggenangi lantai kemar mandi, kulihat seorang gadis kecil sedang menggigit sebutir apel,  menatapku, perahu layar, burung camar, sebuah buku. Aku terus menangis, lelaki tua pipis di atas lututnya yang luka.

Aku tak tahu kenapa paus terdampar di kota sebelah, aku tak tahu kenapa kamar mandi menjadi hutan yang terbakar. Aku hanya ingin pulang ke dalam sebuah cerita, memakai kalung manimanikku lagi, gaun hijau muda, dan kau berkata, tak ada yang lebih berharga dibanding keluarga.

Aku ingin menggendong ikan paus, membawanya pulang ke kamar mandiku, menanyakan kabar ibu.  Agar lelaki tua bisa pergi berlayar ke tengah samudra, menjaring bahagia.  Lalu kau boleh pecahkan kepalaku, ada banyak madu menggenang di situ, untukmu, setiap tetesnya, madu itu untukmu. Biar lebahlebah menyengat leherku*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar