Kulihat kau tersenyum lebar di angkasa, akhirnya kau bisa memberiku alasan mempersiapkan pesta. Membuatku berpikir semua bekas luka terhapus malam, nanti, semua duri melarikan diri dari tangkai bunga, rasa pahit sembunyi dari lidah, matahari menerbitkan musim panas dalam mata. Apa aku harus purapura tersipu malu untuk semua kebaikanmu.
Siapkan saja guciguci anggur terbaikmu untuk memabukkanku, akan kubuat kau terkapar hanya dengan sesendok airmata. Jika saja kau tahu arti mencinta, tak perlu kau buangbuang waktu dan hartamu demi seteguk anggur. Memabukkan setengah bagian malam semudah memahat namamu di atas pasir, tak perlu pisau, cukup ujung jari, bisa dikerjakan berjuta kali bahkan lebih. Dapatkan mabuk paling suntuk seumur waktu, semudah batu membidik lampu, hirup saja wangi tubuhku, ambil nafasku yang mencair hingga tetes terakhir.
Tak perlu membaca rasi bintang, bisa kupastikan wajahmu nanti sungguh bersinar, kembang bermekaran dari sepercik api. Penuh warna dan cahaya, memikat semua mata. Kau mungkin lupa, aku buta, sudah buta berabad lamanya, sejak pertama aku menatapmu. Kau berjanji memberiku sebuah boneka pemilik dunia dalam saku bajunya. Kau tak menduga boneka itu pelit, mengacuhkanku saat sendirian, memamerkan dunia dalam saku bajunya dengan arogan, memalingkan wajah saat kuajak bicara. Tapi peri biru telah mengabulkan doanya, boneka jadi manusia. Sudah berabad lamanya, kau masih saja tak mengerti, aku mencintaimu sepenuh hati.
Kali ini, aku akan bersikeras lagi, mengacuhkan angkaangka tertulis di atas meja, tergantung di dinding, dihitung semua bibir berwarna cerah dengan gerak indah. Tak ada solusi. Aku percaya matahari akan terbit dengan cara sama esok hari.
Kau mungkin masih tersenyum lebar di angkasa sampai pagi, berbisik mesra di setiap letupan kembang. “Ohh kekasihku yang malang, kekasihku yang bebal dan k eras kepala.” Kaupikir aku tak dengar, halilintar itu menggelegar. Aku buta, melihat dengan telinga, aku kekasihmu paling setia*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar