Minggu, 16 Januari 2011

romantische lieder

Jika surga membuka pintu, memanggilku  waktu aku di teras rumahmu. Mungkinkah kutinggalkan setengah gelas kopi nyaris dingin, milik kita, untuk menghampiri langit. Mungkin tidak, sangat mungkin, kuteguk saja lamalama jejak bibirmu di tepi gelas. Kulentikkan jari menjepit sigaret dari celah bibirmu, menghirup sisa nafasmu, seratus tahun, belum cukup. Hingga tak ada lagi yang pantas disebut maha penyabar mau menungguku melepasmu. Biar surga menutup pintu, pun neraka hangus terbakar, aku masih ingin menulis beberapa lembar syair lagi di teras rumahmu. Tentang sungai, embun, hujan, salju, kupukupu, atau apapun.

Tunggu sebentar, aku sibuk menggunting kertas kecilkecil sebanyak mungkin, kutuliskan macammacam nama dan aneka benda di tiap serpih. Kaubisa membantu menggulungnya satusatu, memasukkan semuanya ke dalam kaleng bekas biskuit. Kita boleh mengocoknya bergantian. Kaleng bekas biskuit bergerak riang, seperti tak pernah selesai. Kauambilah acak satu gulung kertas setiap saat yang kaurasa tepat, tentukan rentang waktunya sesukamu. Kita buka gulungannya dan baca bersama setiap kata tertulis di kertas kecil, Akan kubuatkan syair tentang masingmasing nama dan benda yang tertera, dengan indah. Serupa menarik undian berhadiah tiada akhir. Kita bikin Tuhan tak habis pikir, bagaimana sebuah kesalahan tak termaaf bisa tercipta : mempertemukan kita.

Jika surga sungguh ada, biarlah seluruh penghuninya bahagia melupakanku, nerakamu yang setia*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar