Minggu, 16 Januari 2011

alpa

Pecahkan kaca, pecahkan kaca di matamu. Di sana aku sembunyi sepanjang waktu dari ledakan dan luka. Menjadi sebuah wajah, mungkin ramah, mungkin sehat, mungkin tak tahu arah. Berjalanjalan di lorong, kanan kiriku benda riuh bertaruh, siapa kau, penghuni telapak tanganku. Aku berjalan, aku hidup, bertanya siapa kau, setia mengikuti  langkah sambil tertawa. Mungkin aku lucu, serupa badut berpipi merah, kenyang menelan airmata, hingga bibirnya selalu muntahkan tawa, tawa sungguh merah. Lambung pintar mencerna airmata.

Kerduskerdus melukis banyak gambar tentang dunia, tentang seharusnya memperlakukan manusia, entah ide siapa. Cemerlang.

Jangan dibalik, jangan dibanting, jangan ditumpuk terlalu tinggi, jangan didekatkan pada api, jangan ditaruh di bawah terik. Peraturan untuk empat lusin air mineral kemasan. Mata mencintai air,mencintai segala yang mengalir. Kau tentu sangat paham, dua pertiga tubuh adalah air, selebihnya sekumpulan organorgan bersuara parau, kalau bisa baca, bukubuku akan bercerita.

Air mineral tertawa senang saat tangan mengantarnya ke dalam sebuah gedung, menjadi penting, berdiri di mejameja terhormat di mana tangantangan bersilang, mencoba bijak, katakata menyumbat rasa, aku orang dungu berbaju salju. Peringatan di kerdus air mineral kemasan membuatku mengerti, menguburku dalam darahmu.

Di jantungmu, waktuku beku. Asin darah membuatku dahaga.  Aku tak bisa minum air mineral kemasan yang kerdusnya rewel, banyak aturan, tak boleh ini, dilarang itu, seperti pasukan perang. Aku tak suka menembak, tak berminat melubangi  dunia.

Aku butuh setumpuk kartu untuk merubah nasibku. Kertas dan gelasgelas plastik, sahabat setia, berbisik semua akan berakhir baik, senyum untuk semua yang manis. Sekaleng kripik kentang, sebotol soda, kita berpesta. Untuk saling melupa. Aku menanyakan waktu di pergelangan tanganmu*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar