Ini puisi cinta yang ke sekian kutuliskan kepada nisan tak bertuan. Aku tak mengerti kenapa aku harus terus menulis, sementara tanah terus mendesis sinis. Matanya begitu merah membidik pena, seperti sangat bernafsu mencuri kata, tak sabar menungguku tertidur, menjatuhkan penaku, seperti saat rapat dulu kau menertawaiku. Tanah sepertinya tahu nisan bakal gembira jika ada namaku tertulis padanya. Nisan macam anak kucing terbuang, terlantar menatap setiap jiwa dengan pandangan memelas, mengeong manja, jadilah majikan, jadilah majikan bagi kematian.
Aku ingin memanggil anak kucing terlantar, nisan, nisan, menggendongnya, mendekapnya di bawah reruntuhan kata*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar