Minggu, 16 Januari 2011

cerita ayah

Ceritakan tentang dongeng lama itu ayah, tentang seekor kucing yang mencuri biskuit untuk seorang gadis kecil. Aku ingin mendengarnya sekali lagi, berkalikali sampai aku lupa biskuitku habis. Aku memelihara beberapa ekor kucing, sayang sekali, semuanya tak bisa mencuri biskuit, tak bisa membalik kertas bertulis angka yang ditempelkan perempuan pelit pada kaleng biskuit. Atau mungkin perempuan itu tak menyimpan biskuitnya dalam kaleng lagi, malas berhitung dan menuliskan angka pada selembar kertas yang bisa dibolakbalik seekor kucing. Tapi perempuan pelit itu tak pernah punya bukti bahwa kucing mencuri dan membalik kertas angkaangkanya. Ayolah ayah, aku sudah mandi dan duduk manis, menanti kau membuatku bahagia dan tertawa tentang makanan lezat dan angkaangka.

Sepuluhjadi kosong satu, lima jadi dua, sembilan jadi enam, aku mendengar suara takjub dan tawa menggema dalam rongga kepala. Gadis kecil yang bahagia, disayangi seekor kucing pintar, selalu sabar mencarikan makan saat gadis kecil lapar. Ayah, katakan sekarang ya, siapa yang menceritakan kisah itu padamu, apakah ayah atau ibumu, aku ingin tahu. Aku ingin tahu tentang masa lalu yang tak tertulis di buku.

Bukubuku sejak dulu membuatku malu, tapi dongeng itu tak lekang waktu. Seperti tas sekolah yang kaujahit sendiri dari kain blacu, temanteman tertawa untuk tas sekolahku, aku senang bisa membuat temantemanku gembira. Sungguh, memang lucu, tas sekolah putih itu berhias kapal sedang berlayar. Kauijinkan aku menggunting laut dan langit dari sisasisa potongan kain peninggalan ibu. Kapal dengan layar terkembang bermotif batik, serpihan laut biru tua, gumpalan awan bitu muda, tiga ekor burung camar coklat tua. Aku merasa jadi seorang kapten setiap berangkat sekolah, dengan kapal dan laut menempel pada tas sekolahku.

Kucing cerdik dan kertaskertas bertuliskan angka dalam benakku. Ayah apa aku boleh menangis untuk sekaleng biskuit, kau diam saja. Aku menunggu ceritamu, ibu sudah tidur, mungkin terlalu lelah memasak banyak biskuit lezat yang selalu kuhabiskan terlalu cepat. Ibu tak pelit, tak pernah menghitung berapapun biskuit kumakan. Mungkin ibu yang baik bikin kucingkucingku tak cerdilk, tak belajar mencuri biskuit, tak tahu cara mebalik kertas bertuliskan angka. Tapi, ayah kenapa kau tak lagi bisa bercerita*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar