Puisi tak mampu lagi menyanyikan sunyi. Ketika kukecap rasa asin dalam tumisan. Tak kudengar keluhan garam merindukan ombak dan buih. Aku geram pada matahari, memisahkan garam dari laut, memisahkan hari ini dan kemarin, memisahkan esok pagi dan hari ini. Lalu kau di mana, aku hilang dalam namanama tak dikenal. Tenggelam dalam samudra tak berdasar. Garam merekam maut dan kebangkitan bersama makan malam.
Garam bersoraksorak dalam remang lambung, tak sabar menelusuri usus dua belas jari, lebih banyak dibanding jemari tanganku, diakah yang memahat kotoran, jorokkah yang terjadi dalam tubuhku. Usus besar membawa harapan. Jalan pulang, garam, garam, geram, geram, karam, karam, matahari terbenam di pagi hari, puisi menggenangi lantai kamar mandi*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar