Gigi malam menancap di tubuh kota, koyak, koyak, karang merobek lambung kapal. Di mana aku berdiri, geladak miring, ombak menjulurkan lidahnya. Anjing. Anjing, makian bersayap terbang, harum anggurmu hiasi tidurku. Aku kehilangan tubuh, senja menelanku.
Sebarisan katakata berteriak kepada huruf, meminta utuh. Tinta keburu mengering di rongga pena, terbakar waktu. Kembali dungu, badai mereda, menjauhi puingpuing kapal. Aku, aku lentera pecah mengiba genangan darah. Jingga abadi di rambutku, pelan tenggelam.
Jantungmu biru, tak ada warnaku di situ. Jantungmu biru, teduh merengkuh anakanak penyu, baru menetas di sebuah pantai yang menyembunyikanku dari matahari. Kuminta malam muntahkan serpihan tubuhku, aku terbangun, suarasuara teramat lantang memanggil bilangan, mundur. Mundur membenturku.
Sebuah pecahan botol meremuk kepalalu, namamu berserakan, sekali lagi untuk selamanya, aku ingin tidur. Berpelukan dengan seekor kucing yang baru mengacak tempat sampah, mencari ikan busuk untuk seorang bayi, menangis kelaparan di dekat selokan. Kotakota, pulanglah kepada kata, neraka sedang berburu berita.
Aku aku aku aku aku aku, ada di manamana, tertawatawa, membaca puisi cinta yang ditulis orang gila*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar