Aku bertanya pada jalan, siapa mengeringkan jejak hujan di tubuhnya. Tunjukkan padaku, aku butuh mengeringkan jejakmu di basah rambutku. Rodaroda, langkah kaki, teriknya hari, tarian angin, berebut menjawab. Kayuhlah waktu secepat kaubisa, berlarilah, berdirilah di tanah datar, duduk di atap rumah, memandang dunia berjalan. Kukerjakan semua, masih pula di tambah pejamkan mata, berteriak, purapura gila, jejakmu masih basah.
Kau hujan abadi, tak henti melukis pelangi, pun di musim kemarau paling kering, jejakmu tak berganti, wangi musim semi*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar