Minggu, 16 Januari 2011

martabak

Pagi mana yang kuingin, aku bertanya pada diriku sendiri. Mimpi sudah bangun, mandi dan duduk manis di pinggir jalan depan taman, bersama gerobak dorongnya menjual pagi. Pagi aneka isi, coklat, keju, kacang dan masih banyak lagi, belum lagi macammacam pagi yang di pilahpilah setara harganya, pagi biasa, spesial dan istimewa.  Aku berjalan sambil berpikir pagi mana kiranya yang paling pas untuk kubeli, pagi dengan rasa lumayan sesuai selera dan isi dompetku.

Aku ingin pagi berisi coklat, sayang sekali tak mungkin terbeli. Begitupun pagi berisi stroberi, juga ditawarkan di situ. Aku tak terlalu berminat pada pagi rasa keju, kacang dan lainnya, terlalu berlemak, kalau sampai jerawatan bisa gawat, obat jerawat juga mahal. Benarbenar dilema dengan lebih dari dua masalah, multilema, aku menemukan istilah yang pas, setidaknya aku masih bisa berpikir beedebat dengan diriku sendiri. Meski semua jenis pagi nampaknya tak terbeli.

Seorang anak kecil berlarilari di dekatku, membawa balon berbentuk pesawat di satu tangan, tangan lainnya menggenggam gulagula kapas merah muda. Anak kecil sepertinya tak ingin membeli pagi, aku tak mengerti. Anak kecil terus berlari dan bermainmain dengan balon pasawatnya, sesekali menggigit gulagula kapas merah muda, kelihatan sangat lezat.

Aku tak bisa menahan diri tak bertanya,”Hey, kau tak ingin pagi ?”

“Pagi ?”

“Iya, itu yang dujual mimpi di sana.”

“Yang mana ?” Mata anak kecil itu berputar ke segala arah, mulutnya asyik mengecap gulagula kapas merah muda sambil bicara.

“itu yang di sana, rasa coklat, kornet, keju, kacang atau lainnya.”

“Itu ?” Tangan kecil yang menggenggam gulagula kapas merah muda menunjuk ke arah mimpi yang menjual pagi. Aku mengangguk, anak kecil  menatapku dengan mata penuh tanda tanya, Aku merasa telah membuat anak kecil bingung, tapi tak tahu kenapa dan bagaimana bisa begitu. Aku juga takjub, gulagula kapas merah muda bisa terlihat begitu lezat saat menyentuh bibir mungilnya

Anak kecil menatapku dan gerobak mimpi penjual pagi bergantian, bola matanya bergerak lincah. Tibatiba tatapan anak kecil diam, terpaku di mataku,”Itu, namanya terang bulan, itu makanan kan, apa itu pagi ?”

“Terang bulan ?”

“Iya, itu terang bulan, makanan, rasanya memang enak, tapi harganya mahal. Ibuku tak punya cukup uang untuk membeli terang bulan. Tak apaapa, gulagula kapas juga manis, lagian aku suka warna pink. Aku juga dibelikan balon pesawat.”

“Hmm... Namanya terang bulan, bukan pagi ? Masa sih, kusangka namanya pagi. Mungkin kau benar namanya terang bulan, karena mimpi yang menjualnya, harganya juga mahal.”

Aku merasa kepalaku mulai berputar, mulamula lambat, semakin cepat dan cepat, serupa balingbaling siap terbang. Kuarasa masih ada yang harus kukatakan pada anak kecil itu, sepertinya penting.Tibatiba, aku terjaga dari tidurku, mungkin terkejut mendengar bunyi perutku yang terlalu keras. Kulihat balon pesawat terbang di langitlangit kamar*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar